Eddy menyampaikan, bahwa hal itulah yang menjadi masalah sejak lama. “Yang kami ketahui, smelter nikel melakukan perhitungan berbeda dengan surveyor yang ada atau berbeda bahkan bisa di bawah Ni 1,8% atau mencapai Ni 1,5%. Padahal sebelumnya setelah dilakukan hitungan kadar oleh surveyor sudah sesuai dengan kadar Ni 1,8%,” terang Eddy
Maka dari itu, hasil Panja Komisi VII merekomendasikan supaya ada penataan surveyor untuk bisa melaksanakan tugasnya secara konsekuen. “Bahkan dalam temuan kami ada surveyor yang belum tersertifikasi,” ungkap eddy.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR, Andre Rosiade menilai adanya dugaan monopoli survey dalam lingkaran smelter. Bahkan ditemukan data bahwa teman-teman pengusaha nikel terancam diblacklist oleh smelter.
“Kalau dulu survei di smelter mengharuskan pakai Intertek dan kemudiaj bermasalah lalu diganti dengan Anindya. Untuk itu kami juga sudah melaporkan hal ini ke Kementerian Perdagangan dan Kementerian Investasi,” kata Andre.
Untuk mendorong penyelesaian polemik ini, Komisi VI dan Komisi VII akan segera mengundang Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, Menteri Perindustrian dan Menteri Investasi untu membuat rapat gabungan demi mencari solusi yang ada.
“Ini untuk menyelamatkan nasib pengusaha nasional kita dan memastikan Sumber Daya Alam (SDA) kita bermanfaat dan menguntungkan rakyat Indonesia, bukan menguntungkan kepentingan asing,” ungkap dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin