Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa edisi November 2024 di Jakarta, Jumat (8/11/2024)
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa edisi November 2024 di Jakarta, Jumat (8/11/2024). Aktual/HO

Jakarta, aktual.com – Pemerintah akan semakin gencar mengejar pajak dari aktivitas ekonomi yang selama ini sulit dipungut atau dikenal sebagai shadow economy. Hal ini tertuang dalam dokumen Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2026. Beberapa sektor usaha yang disebut rawan aktivitas shadow economy antara lain perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa shadow economy merupakan aktivitas ekonomi yang sulit terdeteksi otoritas berwenang sehingga tidak terjangkau pungutan pajak. Aktivitas ini juga dikenal dengan sebutan black economy, underground economy, maupun hidden economy.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pengejaran pajak dari shadow economy menjadi bagian dari strategi untuk mencapai target penerimaan pajak sebesar Rp2.357,71 triliun pada 2026 tanpa menaikkan tarif pajak. “Ini sebetulnya juga berkaitan dengan shadow economy dan banyak juga illegal activity,” kata Sri Mulyani saat konferensi pers RAPBN 2026, Selasa (19/8/2026).

Sebagai langkah antisipasi terhadap potensi penggerusan basis penerimaan negara, sejak 2025 pemerintah telah menyiapkan kajian pengukuran dan pemetaan shadow economy di Indonesia, menyusun Compliance Improvement Program (CIP) khusus, serta melakukan analisis intelijen untuk memperkuat penegakan hukum kepada wajib pajak berisiko tinggi. Dalam dokumen RAPBN 2026 disebutkan, “Pemerintah juga akan melakukan kajian intelijen dalam rangka penggalian potensi shadow economy tersebut.”

Beberapa langkah konkret yang telah ditempuh pemerintah antara lain integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) melalui sistem Core Tax Administration System (CTAS) yang mulai berlaku 1 Januari 2025. Selain itu, canvassing aktif dilakukan untuk menjangkau wajib pajak yang belum terdaftar. Pemerintah juga menunjuk entitas luar negeri sebagai pemungut PPN atas transaksi digital PMSE guna memperketat pengawasan.

Perbaikan layanan perpajakan terus dilakukan melalui implementasi sistem Coretax atau CTAS. Data pelaku usaha dari sistem OSS BKPM pun akan dimanfaatkan untuk menjaring UMKM, disertai dengan pencocokan (data matching) atas data pelaku usaha di platform digital yang belum teridentifikasi fiskalnya.

Dalam dokumen RAPBN 2026 disebutkan pula, “Ke depan, Pemerintah akan fokus mengawasi sektor-sektor dengan aktivitas shadow economy yang tinggi seperti perdagangan eceran, makanan dan minuman, perdagangan emas, serta perikanan.”

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain