Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan pemerintah perlu memberikan dukungan terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) karena dapat menjadi penggerak utama dan kunci untuk mencapai target bauran energi 23 persen dan dekarbonisasi.

“Surya akan menjadi komoditas unggulan yang diperebutkan banyak pihak di masa depan, seperti minyak saat ini,” katanya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Minggu (6/6).

Fabby mengungkapkan dalam laporan terbaru Agen Energi Internasional (IEA) disebutkan bahwa tenaga surya dan angin akan mendominasi sistem energi di masa depan hingga 78 persen pembangkit pada 2050, dimana tenaga surya harus meningkat dari 160 gigawatt sekarang menjadi 650 gigawatt pada tahun 2030.

Pada kesempatan yang sama, IEA menekankan pentingnya peningkatan energi terbarukan dalam dekade ini untuk mencapai emisi nol pada 2050.

“Dari segi strategis, tenaga surya sedikit lebih mudah didorong pemanfaatannya karena dapat dipasang secara modular,” kata Fabby.

Lebih lanjut dia menyampaikan meski energi surya diproyeksikan akan menjadi komoditas populer di masa depan, namun ada banyak persoalan yang menghambat industri listrik matahari itu berkembang di Indonesia.

Kondisi kelebihan pasokan listrik yang dialami Perusahaan Listrik Negara (PLN) adalah salah satu hambatan terbesar untuk penggunaan tenaga surya. Situasi tersebut membuat pemerintah dan pengusaha swasta sulit untuk memasukkan energi terbarukan ke dalam sistem kelistrikan.

PLN merupakan pembeli tunggal listrik di Indonesia, sehingga calon investor harus memperhitungkan potensi pasar yang ada.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hingga akhir 2020, jumlah kapasitas terpasang pembangkit energi surya di Indonesia hanya sebesar 153,5 megawatt dari total bauran energi terbarukan nasional yang mencapai 10.467 megawatt.

CEO Medco Energy Power Indonesia Eka Satria menambahkan bahwa ketidakpastian kebijakan dan regulasi, persyaratan biaya pokok penyediaan versus kandungan lokal, serta masalah pembebasan lahan untuk pembangkit energi surya skala utilitas masih menjadi masalah serius.

Dukungan pemerintah dalam pengembangan energi surya harus tersurat dalam regulasi, seperti Rencana Umum Pemenuhan Tenaga Listrik (RUPTL) agar investor swasta bisa melihat potensi pasar energi terbarukan di Indonesia.

Selain peluang yang harus terlihat dalam dokumen perencanaan resmi, lingkungan pendukung lain seperti kejelasan regulasi, dan skema insentif untuk investasi energi terbarukan juga harus dipastikan tersedia.(Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Warto'i