Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Republik Indonesia telah mengirimkan tim untuk melakukan investigasi di Pantai Nongsa, Batam, pekan lalu, menyusul tabrakan tiga kapal di Pelabuhan Pasir Gudang, Johor, Malaysia dan menyebabkan 300 ton minyak tumpah.
Tabrakan kapal yang terjadi 3 Januari lalu itu melibatkan dua kapal berbendera Singapura Wan Hai 301 dan kapal kontainer berbendera Gibraltar APL Denver.
Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Kemaritiman Arif Havas Oegroseno dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (30/1), mengatakan, tumpahan minyak akibat kejadian itu menyebar hingga ke bagian barat Pulau Ubin dan Nenas di Singapura serta Pantai Nongsa di Batam.
“Kemenko Kemaritiman juga sudah berkoordinasi dengan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), Kementerian Luar Negeri, dan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) untuk melakukan analisis tentang ‘oil track’-nya,” katanya.
Havas menuturkan,
pemerintah melalui BMKG akan mengumpulkan data pemodelan arus laut sehingga dapat mengetahui pola dan pergerakan tumpahan minyak di perairan.
Data yang diperoleh dari BMKG tersebut rencananya akan digunakan untuk menentukan posisi pemerintah RI kepada pemilik kapal.
“Besok (Selasa, 31/1) kami akan bicara dengan pemilik kapal di Batam dan kemudian kami akan lakukan operasi pembersihan polutan dengan dana yang ada di International Maritime Organization (IMO) Straits of Malacca and Singapore Trust Fund,” ujarnya.
Dana tersebut merupakan dana patungan yang dikumpulkan oleh Jepang, negara pengguna Selat Karimata, termasuk RI, serta Singapura dan Malaysia khusus untuk menangani navigasi dan perlindungan lingkungan di Selat Malaka.
Havas yang juga mengunjungi kantor BMKG di Jakarta, Senin, mengakui kecanggihan teknologi yang dimiliki lembaga tersebut.
“Ternyata mereka punya alat yang sangat ‘sophisticated’ (canggih) yang bisa melakukan ‘back tracking’ (mengecek peredaran tumpahan minyak setelah kejadian berdasarkan arah arus laut) polusi minyak,” katanya.
Ada pun mengenai prospek kerja sama dengan BMKG ke depan, Havas menginginkan agar data pemodelan dari BMKG dimasukkan kedalam standar prosedur investigasi pencemaran laut oleh tumpahan minyak.
Namun, lanjutnya, kemampuan deteksi alat BMKG tersebut masih terbatas.
“Mereka (BMKG) tidak punya akses terhadap visual di permukaan laut terutama apabila ada tumpahan minyak karena belum ada satelit yang mendukung hal itu,” katanya.
Oleh karena itu dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan kontak dengan Duta Besar Jepang untuk Indonesia guna bekerjasama dalam peningkatan kemampuan BMKG. Sedangkan, satelit yang sebelumnya telah dimiliki oleh Indonesia kegunaannya sangat spesifik, yakni untuk keperluan komunikasi dan pertanian. (Ant)
Artikel ini ditulis oleh: