Jakarta, Aktual.com – Sikap pemerintah Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) yang merespon kondisi perlambatan ekonomi dengan menerbitkan paket kebijakan, mungkin bisa dimaklumi, karena itu sebagai stimulus.
Namun jika dilihat sari substansinya yang tak fokus mau menyasar ke mana ditambah jumlahnya begitu banyak, hingga ada 13 paket kebijakan ekonomi dianggap pola pikir pemerintan yang keblinger.
“Faktanya selama setahun ini paket kebijakan dikeluarkan, tak ada efek positifnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Apalagi berefek terhadap Nawacita. Sikap pemerintah yang kebingungan ini menjadikan pemerintah kian keblinger,” tutur ekonom INDEF, Eko Listiyanto, di Jakarta, Sabtu (22/10).
Menurutnya, pemerintah tak bisa lagi berdalih dalam jangka panjang dampaknya baru akan terlihat. Justru yang namanya paket kebijakan stimulus, mestinya dampaknya harus jangka pendek.
“Bahkan bisa jadi pemerintah sendiri tidak yakin dengan paket yang dikeluarkannya itu, makanya hinga ada 13 paket. Sehingga efek positifnya pun tak ada. Indeks daya saing makin anjlok, dan indikator lainnya yang memicu pertumbuhan ekonomi lebih baik tak terlihat,” cetus Eko.
Dia menjaskan, paket kebijakan ekonomi ini berawal sejak September 2015 lalu, ketika nilai tukar rupiah terpuruk dan kondisi perbankan nasional kalang kabut, sehingga harus mengeluarkan stress test.
Memang, di belahan negara mana pun untuk mendorong optimisme dan indikator perlambatan ekonomi agar tak berlanjut, maka yang diandalkan adalah stimulus.
“Di Indonesia, stimulusnya berupa paket kebijakan. Harapannya agar muncul kepercayaan publik dan pelaku ekonomi,” kata dia.
Namun yang lucu, kata dia, paket kebijakan yang ditelurkan pemerintah itu tak fokus dan tak jelas sasarannya. Sehingga harus dikeluarkan berkali-kali hingga 13 kali.
“Padahal dari zaman dulu pun, sejak Indonesia merdeka susah ada paket kebijakan di tahun 1966. Dan saat itu, hanya ada satu yaitu paket untuk atasi perlambatan ekonomi dan sasarannya jelas. Makanya berhasil,” kata Eko.
Dia menegaskan, mestinya setelah afa paket kebijakan ini ada akselerasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Tapi saat ini, menurut dia, nayaris tak ada perbaikan. Kalau pun ada perbaikan, hanya 0,0 sekian persen.
“Jadi kalau dalan jangka pendek saja tak ada perubahan positif, jangan harap dapat berdampak di jangka panjang. Berarti memang paket kebijakan itu menolong,” ungkapnya.
Sehingga, yang akan terjadi nantinya, masih akan terjebak dalam middle income trap, akan banjir barang impor, para produsen akan beralih menjadi pedagang karena menjadi pengimpor, impor barang modal semakin sedikit padahal itu penting, dan harga-harga barang akan melonjak.
“Dengan begitu jangan harap ada ketahanan dari kemandirian ekonomi,” pungkas Eko.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka