Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi Faisal Basri mengaku tidak sependapat dengan rencana pemerintah untuk menerapkan kebijakan cukai pada produk plastik.
Kebijakan tersebut dianggap tidak tepat dan juga tak adil. Kalau alasan pemerintah menerapkan kebijakan ini untuk menekan dampak lingkungannya, mestinya produk lain yang berdampak sama pun diterapan kebijakan cukai.
“Saya rasa ini hanya bentuk kekalutan kebijakan pemerintah. Gara-gara adanya ‘shortfall’ pajak. Sehingga untuk menutupnya mencari sumber pendapatan baru yang mudah, akhirnya dikenai cukai plastik,” sindir Faisal di Jakarta, Sabtu (9/7).
Menurut dia, filosofi kebijakan cukai itu dikenakan untuk mengekang konsumsi. Seperti produk rokok dan alkohol karena tidak baik maka dikenai cukai. Tapi jika alasan cukai plastik adalah mencemari lingkungan, bahan bakar minyak (BBM) yang mencemari lingkungan juga harusnya kena cukai.
“Jadi unsurnya keadilan dan pengendalian. Tapi yang ada justru motifnya ini pada ‘happy’ untuk mencari sumber pendapatan dengan cepat saja,” tuding dia.
Masalah selanjutnya, kata Faisal, plastik biasanya kemasan seperti dalam air mineral. Sehingga air yang menyatu dalam kemasan plastik otomatis harganya akan naik. Padahal air itu bukan barang buruk. “Padahal air kemasan ada itu gara-gara pemerintah gagal menciptakan PDAM yang bisa langsung bisa diminum. Makanya begini (ada air mineral),” sindir Faisal lagi.
Menurutnya, kebijakan ini sudah ada sejak yang timbul tenggalam, bahkan sudah ada sejak Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro masih sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu.
Kebijakan cukai sebelumnya yang dikenai adalah terhadap minuman berkarbonasi. Kajiannya sudah cukup mendalam. Namun lagi-lagi dampaknya, ketika dikenai cukai harga pasti akan naik. Jika naik, sudah otomatis masyarakat akan meninggalkan minuman berkarbinasi atau soda dan kembali lebih memilih minuman non karbonasi. Efeknya, pendapatan perusahaan menurun dan otimatis pendapatan tambahan pemerintah dari minuman soda juga menurun.
“Satu sisi cukai naik ada pendapatan di situ, tapi sisi lain baik dari PPN (pajak pertambahan nilai) dan PPh (pajak penghasilan) akan menurun. Sehingga hasilnya akan minus,” terang Faisal.
Kondisi itu pun kemungkinan akan terjadi terhadap cukai plastik. Meskipun dia sendiri belum menghitung langsung secara ilmiah implikasinya itu. “Tapi kalau ditanya setuju atau tidak, saya sangat tidak setuju dengan kebijakan ini (cukai plastik),” pungkas dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh: