Jakarta, Aktual.com – Undang-Undang Tax Amnesty (Pengampunan pajak) melucuti kedaulatan negara dari pemerintah atas otoritas kekuasaan. Negara dibuat bertekuk lutut kepada para pelaku kejahatan pajak yang selama ini menghindari kewajiban pajak.
Undang-Undang Tax Amnesty yang berlaku secara partisipatif dan tidak bersifat memaksa layaknya kewajiban pajak, tidak disambut antusias oleh pemilik dana ‘gelap’. Fasilitas yang diberikan pemerintah tidak disambut niat baik bagi penjahat untuk turut melakukan pembenahan sektor perpajakan Indonesia kedepannya.
Lucunya dan sekaligus membuat prihatin, pemerintah seakan dibuat memohon dan merayu-rayu kepada konglomerat hitam agar melaporkan uangnya (yang selama ini ilegal) agar masuk bagian penerimaan negara dari kebijakan Tax Amnesty.
“Saya prihatin melihat pak Jokowi melakukan sosialisasi Tax Amnesty. Pemerintah dibuat mengemis-ngemis dan merayu-rayu kepada pemilik dana. Pemerintah kehilangan otoritas,” kata Aktivis Petisi 28 Haris Rusly, di Jakarta, Selasa (2/8).
Idealnya suatu negara mempunyai pemerintahan yang berdaulat dan memegang otoritas, namun kenyataan di Indonesia tidak terjadi kedaulatan dan kewenangan negara atas pelaku tindak kejahatan perpajakan. Para pengemplang pajak seakan berada ‘di atas angin’.
“Kita ini gimana, siapa yang berkuasa, kok malah penjahat keuangan membuat pemerintah bertekuk lutut? Alangkah parahnya negara kita ini. Pemilik dana lebih berkuasa daripada pemerintah,” tukasnya.
Selain itu dia juga menyampaikan, Kebijakan Tax Amnesty bukan hanya melucuti kedaulatan negara, tapi merupakan sumber ketidakadilan bagi rakyat Indonesia. (Dadangsah)
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka