Pekerja mengawasi sumur panas bumi (Geothermal) Unit 5-6 di Desa Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara, Rabu (30/3). Indonesia memiliki potensi panas bumi hampir 29.000 MW atau mencapai 40% total potensi panas bumi dunia yang merupakan sumber energi ramah lingkungan. PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) memprioritaskan pengembangan dan aplikasinya sebagai proyek strategis hingga 2019. ANTARA FOTO/Adwit B Pramono/Spt/16.

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah sedang melakukan proses pengeluaran izin penggunaan lahan di kawasan konservasi Gunung Salak oleh Chevron dalam hal operasi energi panas bumi. Pengembangan panas bumi dikawasan tersebut mengalami gangguan sejak sebagaian kawasan lapangan pembangkit berubah status dari hutan lindung menjadi taman nasional.

Tapi sekarang melalui UU No 21 tahun 2003 dan PP No103 tahun 2016 serta Permen Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 46 tahun 2016, pemerintah memperbolehkan taman nasional untuk digunakan pengembangan geothermal.

“Itu di hutan lindung waktu izin pertamanya, terus tiba-tiba di Kementerian Kehutanan berubah status jadi hutan konservasi, tapi itu tidak semuanya, hanya sebagian kecik di hutan konservasi taman nasional. tapi sekarang di taman nasional sudah dibolehkan dengan syarat izin jasa lingkungan, sekarang sedang diurus,” kata Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM, Yunus Syaifulhak di Hotel Alia Cikini, Menteng Jakarta, Rabu (31/8).

Sebelumnya PT Chevron meminta pemerintah meninjau kembali berbagai aturan yang menjadi penghambat dalam proses eksplorasi energi geothermal di Indonesia.

Vice President Policy, Goverment and Public Affairs Chevron, Yanto Sianipar mengatakan pada umumnya  potensi panas bumi terletak di dataran tinggi pegunungan yang berstatus kawasan hutan konservasi. Dengan adanya larangan melakukan aktifitas di kawasan hutan nasional, kebijakan itu menghambat proyeknya di Pegunungan Salak.

“Permasalahannya sebenarnya adalah status hutan kita banyak yang berubah. Misalnya dulu waktu kita di Salak, hutannya itu hutan lindung yang bisa kita minta izin untuk beroperasi. Sekarang hutannya itu berubah statusnya menjadi taman nasional. Begitu berubah, itu tidak bisa beroperasi Karena dalam UU nya tidak bisa digunakan kalau taman nasional,” kata Yanto Sianipar, di Jiexpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (5/5).

(Dadangsah)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka