Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty. (ilustrasi/aktual.com)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkesan membabi buta dalam mencari penerimaan negara di saat kondisi anggaran negara yang masih defisit.

Baru-baru ini, Sri Mulyani mewacanakan akan menurunkan batas minimal Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari yang saat ini sebesar Rp4,5 juta atau Rp54 juta per tahun.

Padahal, menurut ekonom Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara pemerintah sebaiknya paska program pengampunan pajak (tax amnesty) mestinya  fokus mengejar wajib pajak (WP) kakap.

Misalnya, kata Bhima, ada 2.000 Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan laporan Kementerian Keuangan yang tidak membayar pajak selama 10 tahun ini.

“Mereka itu selalu berdalih dengan alasan selalu merugi. Padahal seharusnya rata-rata mereka (PMA) itu membayar pajak Rp25 milyar per tahun,” tegas Bhima kepada Aktual.com, Sabtu (22/7).

Dia menegaskan, jika WP-WP kakap itu bisa dikejar, maka jumlah pemasukan ke penerimaan kas negara cukup signifikan.

“Dibanding harus kejar-kejar rakyat kecil, lebih baik pihak DJP (Direktorat Jenderal Pajak) fokus mengejar data-data tax amnesty untuk WP2 besar,” tegasnya.

Apalagi saat ini, menurut Bhima, pihak DJP tengah masif melakukan kebijakan gijzeling (penyanderaan) 1 Kantor Pajak Pratama (KPP) tiap hari menyandera 1 orang WP yang mengemplang pajak. “Sehingga kebijakan ini bisa sejalan dengan juga mengejar WP-WP kakap itu,” kata dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan