Jakarta, aktual.com – Pemerintah perlu fokus dalam rangka mengatasi destructive fishing atau aksi penangkapan ikan tidak ramah lingkungan dan perubahan iklim yang merupakan ancaman terhadap kondisi terumbu karang di seluruh kawasan perairan Indonesia.
“Walaupun luasan kawasan konservasi sudah mencapai 22,68 juta hektare, tetapi kondisi terumbu karang Indonesia terus mengalami tekanan akibat kegiatan destructive fishing dan perubahan iklim,” kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis [19/3].
Sebagaimana diketahui saat ini pemerintah telah membangun 22,68 juta hektare (ha) kawasan konservasi laut yang tersebar di seluruh perairan Indonesia, yang pengelolaannya tersebar yaitu di Kementerian Kelautan dan Perikanan (5,34 juta ha), Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (4,69 juta ha) dan pemerintah daerah (10,82 juta ha).
Moh Abdi Suhufan mengingatkan berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat ini sekitar 36,18 persen terumbu karang dalam kondisi jelek dan tinggal 6,56 persen yang dalam kondisi sangat baik.
“Kondisi terumbu karang Indonesia mengkhawatirkan, hal ini disebabkan karena kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan (destructive fishing) masih marak terjadi,” kata Abdi.
Berdasarkan hasil monitoring, DFW-Indonesia menemukan beberapa lokasi yang masih menjadi kegiatan destructive fishing adalah di perairan Laut Sawu Nusa Tenggara Timur, Taman Nasional Takabonerate Selayar, Perairan Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan, perairan Maluku serta di perairan Sulawesi Tenggara.
“Pada perairan Buton Utara di Sulawesi Tenggara, dalam 3 bulan ini terjadi 10 kali kejadian pengeboman ikan yang dilaporkan oleh masyarakat,” kata Abdi.
Sementara itu, peneliti DFW-Indonesia Laode Gunawan Giu menyoroti efektivitas pengelolaan kawasan konservasi laut yang dikelola oleh pemerintah daerah.
“Dibandingkan dengan kawasan konservasi laut yang dikelola oleh pemerintah pusat, pengelolaan 10,82 juta ha kawasan konservasi laut yang dikelola oleh daerah kondisinya sangat memprihatinkan,” kata Gunawan.
Menurut dia, sejak pemberlakukan UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang menarik kewenangan pengelolaan laut ke provinsi, nasib kawasan konservasi laut daerah yang awalnya diinisiasi oleh pemerintah kabupaten tidak kunjung mendapat perhatian.
Oleh karena itu, Gunawan menyarankan agar pemerintah provinsi tidak meninggalkan dan perlu secara signifikan mengambil peran dalam pengelolaan kawasan konservasi laut.
Artikel ini ditulis oleh:
Eko Priyanto