Jakarta, Aktual.co — Pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap akses masuk produk-produk luar ke dalam negeri yang rawan produk palsu dan tidak memiliki nomor produk terdaftar sehingga tidak merugikan perekonomian negara.
“Barang-barang itu banyak datang dari luar seperti Tiongkok atau daerah lain dan itu masuk ke pos-pos yang rawan masuk barang palsu seperti di Irian Jaya,” kata Direktur Penyidikan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Tosin Junansyah, Jakarta, Kamis (26/2).
Ia mengkhawatirkan Indonesia menjadi pangsa pasar barang-barang palsu dan belum diuji di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) apalagi saat memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
“Jalan masuk dari luar itu sangat banyak,” ujarnya.
Untuk itu, kerja sama lintas sektor sangat diperlukan baik bea cukai maupun kepolisian untuk melakukan pengawasan di jalur-jalur masuk perdagangan di seluruh wilayah Indonesia.
“Indonesia rawan sekali karena mudah jalur masuknya, untuk itu kami bekerja sama dengan bea cukai,” katanya.
Senada dengan Tosin, Sekretaris Jenderal Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan Justisiari P Kusumah mengharapkan bangsa Indonesia tidak menjadi pasar barang palsu saat memasuki MEA.
“250 juta penduduk Indonesia jangan hanya dijadikan sebagai objek, jangan jadi pasar untuk produk palsu,” katanya.
Ia mengatakan peredaran produk palsu telah merugikan pelaku bisnis yang bermain jujur dengan mengikuti prosedur yang berlaku. Sedangkan pelaku bisnis yang menjual produk bebas berjualan tetapi tidak memenuhi kewajiban seperti membayar pajak.
Ia mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan produk palsu karena selain berbahaya dan merugikan perekonomian bangsa.
Ia juga mengharapkan pelaku bisnis lainnya dapat melakukan kegiatan bisnis dengan jujur dan adil sehingga dapat bersama-sama menciptakan persaingan yang sehat.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid














