“Penerbitan PMK ini akan memperkuat kerja sama perdagangan barang, jasa, dan teknologi, diversifikasi tujuan ekspor, meningkatkan investasi serta daya saing Indonesia,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu di Jakarta, Selasa (2/11).
PMK ini tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (European Free Trade Association/EFTA).
PMK diterbitkan sebagai bagian implementasi perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif antara Indonesia dengan EFTA (IE-CEPA) yang disepakati pada 16 Desember 2018 lalu.
Febrio mengatakan PMK ini akan menurunkan hambatan perdagangan Indonesia, khususnya berupa tarif bea masuk karena mengatur komitmen penurunan tarif bea masuk termasuk ketentuan Tariff Rate Quota (TRQ) untuk beberapa produk dengan kuota tertentu.
Febrio berharap Indonesia akan mampu memanfaatkan EFTA sebagai pintu masuk produk dalam negeri di kawasan Eropa serta membuka akses pasar non-tradisional dan meningkatkan profil serta kampanye positif produk Indonesia termasuk produk minyak sawit dan turunannya.
“EFTA merupakan asosiasi empat negara di Eropa yang terdiri dari Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein,” ujar Febrio.
EFTA ialah salah satu jaringan perdagangan yang sangat penting bagi Indonesia karena terdiri dari empat negara yang bukan mitra dagang utama Indonesia.
Selama 2016-2020 hubungan perdagangan Indonesia-EFTA menunjukkan potensi peningkatan cukup pesat, rata-rata perkembangan tahunan neraca perdagangannya mencatatkan surplus. Selain itu EFTA memiliki hubungan perdagangan dengan 29 negara di Eropa dan juga hubungan dagang dengan ASEAN.
Hal tersebut dapat meningkatkan ekspor dan kemudahan bahan baku atau barang modal sekaligus daya saing Indonesia di ASEAN dan negara lain yang sudah memiliki perjanjian kerja sama dengan EFTA.
Dari sisi impor IE-CEPA akan memberikan akses pasar kepada empat negara tersebut karena menyesuaikan ketentuan tarif bea masuk sebagian besar barang.
Secara lebih rinci Indonesia menurunkan tarif bea masuk secara bertahap sejumlah 8.656 pos tarif Indonesia atau 86,46 persen dari total pos tarif serta senilai 98,81 persen atas nilai impor Indonesia dari negara-negara EFTA.
“Ini untuk memberikan pilihan akses bahan baku dan/atau barang modal bagi industri domestik,” kata Febrio.
Indonesia juga mengeliminasi tarif bea masuk untuk 96 pos tarif produk obat-obatan dan alat-alat kesehatan sehingga membantu penanganan pandemi.
Beberapa ketentuan yang berpotensi mendorong ekspor antara lain pengenaan tarif nol persen untuk perhiasan, fiber optik, emas, minyak esensial, timah, dan alas kaki ke Swiss, serta nol persen untuk produk tekstil, selimut, alas kaki, pipa, dan sepeda ke Norwegia.
Kemudian pengenaan tarif nol persen untuk produk ban, kayu manis, furniture, kertas, dan tekstil ke Islandia serta nol persen untuk produk alat elektronik, mesin, alas kaki, furniture dan aksesoris kendaraan bermotor ke Liechtenstein.
Selain itu IE-CEPA juga membuka akses pasar ekspor produk minyak sawit dan turunannya dengan pengenaan tarif nol persen ke Islandia dan Norwegia.
Swiss kembali akan membuka akses pasar Indonesia dengan penerapan TRQ untuk produk CPO, stearin, kernel, dan minyak sawit lainnya dengan kenaikan kuota sebesar 5 persen per tahun hingga tahun ke-5.
Perjanjian IE-CEPA tidak hanya mencakup kerja sama bidang perdagangan barang tetapi juga jasa, investasi, perlindungan hak kekayaan intelektual, persaingan usaha, perdagangan dan pembangunan berkelanjutan.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arie Saputra