Jakarta, Aktual.com — Pemerintah tengah mewacanakan pencabutan subsidi listrik rumah tangga untuk 900 VA. Menurut pemerintah, subsidi ini dianggap salah sasaran. Kebijakan ini dianggap aneh, pasalnya berbarengan dengan kondisi tren kenaikan harga minyak mentah dunia. Seperti diketahui pada perdagangan kemarin sempat menyentuh US$46,26 per barel. Angka ini disebut tertinggi di tahun ini.

“Ada yang aneh dari politic respin pemerintah terkait harga minyak dunia. Saat sekarang sedang tren naik, respon pemerintah relatif cepat. Salah satunya akan menaikkan tarif listrik rumah tangga 900 VA bahkan ada juga yang di 450 VA,” tuding pengamat ekonomi dari CORE Indonesia, Mohammad Faisal kepada Aktual.com, Kamis (27/4).

Menurut dia, pilitic respons pemerintah relatif berbeda ketika harga minyak dunia turun tajam, kebijakan pemerintah tidak sensitif. Sehingga penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) sedikit-sedikit.

“Hanya menurunkan Rp200 per liter atau Rp 500 per liter. Itu sangat kecil. Ini saya anggap kebijakan pemerintah seperti itu tidak fair,” tandasnya.

Lucunya, pemerintah selalu punya banyak alasan. Di saat penurunan minyak dunia tajam alasan tidak cepat menurunkanharga BBM waktu itu katanya untuk saving.

“Padahal penurunan harga minyak yang terjadi sangat tajam. Tapi alasan pemerintah itu untuk saving dan sebagainya. Itu alasan yang nantinya perlu dipertanggungjawabkan,” tegas dia.

Perbedaan pikitic respon seperti itu yang dianggap kurang elegan di mata publik. Sementara selama ini, pemerintah tidak menjelaskan segala kebijakannya ke publik.

“Salah satunya saat ini cepat menaikan tarif listrik ini. Ini tidak fair,” kecamnya.

Kemarin (26/4), Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, menyebutkan data dari PT PLN (Persero) yang diverifikasi, untuk listrik rumah tangga golongan 900 VA, ditemui hanya ada 3,94 juta dari 22,7 juta pelanggan listrik 900 VA yang layak mendapatkan subsidi.

Pemerintah berpendapat tak adil apabila subsidi listrik dinikmati oleh masyarakat yang sudah mampu secara ekonomi. Subsidi harus dibuat tepat sasaran, penghematan dari subsidi listrik bisa dialokasikan untuk Program Indonesia Terang.

“Karena kita kan punya Program Indonesia Terang. Kan perlu dana, dari mana kalau bukan dari pengalihan subsidi?” klaim dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka