Sejumlah pekerja berjalan di mulut sumur gas Jambaran-Tiung Biru (TBR) di Kecamatan Ngasem, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (12/5). Pertamina EP Cepu (PEPC) merencanakan akan memproduksikan lapangan gas setempat sebesar 315 juta standar kaki kubik per hari, mulai Oktober 2018. ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Pemerintah menurunkan harga gas bumi bagi tujuh sektor industri untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing industri nasional.

Penurunan harga gas yang berlaku surut sejak 1 Januari 2016 tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden No 40 Tahun 2016 yang salinannya diterima di Jakarta, Rabu (19/5).

Tujuh sektor industri yang memperoleh penurunan harga gas adalah pupuk, petrokimia, “oleochemical”, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Aturan tersebut tidak menyebut sektor pembangkit listrik yang juga mendapat penurunan harga gas.

Sesuai Perpres yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 3 Mei 2016, penurunan harga gas dilakukan dengan mengurangi bagian penerimaan negara. Sedangkan, bagian penerimaan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tetap.

Perpres 40/2016 menyebutkan harga gas ditetapkan dengan mempertimbangkan keekonomian lapangan, harga di pasar internasional dan domestik, daya beli konsumen dalam negeri, dan nilai tambah dari pemanfaatan gas.

Jika harga gas tidak memenuhi keekonomian industri pengguna, maka pemerintah menetapkan harga gas bumi tertentu atau subsidi.

Harga jual gas subsidi dari KKKS ditetapkan pemerintah maksimal sebesar enam dolar AS per MMBTU.

Penetapan harga gas subsidi itu dengan mempertimbangkan ketersediaan gas bumi dan pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai dengan pemanfaatan gas.

Hitungan pemerintah, jika harga gas turun satu dolar per MMBTU, maka akan menimbulkan dampak positif berupa tambahan penerimaan pajak Rp12,3 triliun dan efek berantai pada ekonomi Rp68,9 triliun.

Sementara jika harga gas turun dua dolar per MMBTU, maka pajak bertambah Rp12 triliun hingga Rp14 triliun dan efek pada ekonomi Rp68 triliun hingga Rp123 triliun.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka