Jakarta, Aktual.com — Pemerintah RI dan Pemerintah Hongkong sepakat untuk melanjutkan perundingan membahas upaya-upaya untuk penurunan biaya penempatan (cost structure) bagi tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Hongkong.
Selain itu, kedua negara juga sepakat meningkatkan kualitas perlindungan TKI dengan melalui pengawasan, monitoring dan penindakan terhadap agensi pekerja migran dari kedua negara untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran, termasuk pungutan tambahan (over charging) yang terlalu membebani TKI.
“Kita menyambut baik hasil pertemuan bilateral yang menyepakati adanya perundingan lanjutan untuk menekan biaya-biaya penempatan TKI di Hongkong. Intinya kedua negara ingin agar kualitas perlindungan dan kesejahteraan TKI meningkat,” kata Menaker M Hanif Dhakiri dalam keterangan tertulis yang diterima Aktual, Selasa (1/9).
Seperti diketahui, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri melakukan pertemuan bilateral dengan Sekretaris Kantor Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Pemerintah Wilayah Administrasi Khusus Hong Kong (Secretary of labour and welfare, the government of the Hong Kong special administrative region) Matthew Cheung, guna membahas berbagai hal terkait perlindungan dan penyelesaian permasalahan TKI di Hong Kong.
Pertemuan dengan perwakilan pemerintah Hongkong (setingkat menteri) yang dilakukan di Hongkong baru-baru ini dihadiri pula oleh Konjen KJRI Hong Kong Chalief Akbar Tjandraningrat, Dirjen Binapenta Kemenaker Hery Sudarmanto dan Dirjen Binalattas Kemenaker Khairul Anwar.
Hanif mengatakan dalam pertemuan itu, pihak Indonesia menerangkan bahwa sejak awal telah melakukan kajian menyeluruh dan penghitungan ulang secara cermat agar terjadi penurunan biaya penempatan TKI di berbagai negara-negara penempatan.
“Pemerintah Hongkong telah memahami adanya usulan pemerintah Indonesia dan dari berbagai pihak lainnya agar segera dilakukan perundingan untuk menekan biaya penempatan TKI yang bekerja di Hongkong. Mereka terbuka untuk membahasnya lebih lanjut dalam tempo secepatnya,” kata Hanif.
Oleh karena itu, kata Hanif, pertemuan antar menteri ini dapat segera ditindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan teknis untuk mengkaji ulang, melakukan evaluasi dan menghitung kembali secara cermat biaya-biaya yang dibutuhkan sehingga tidak membebani TKI yang bekerja di Hongkong.
Tak hanya itu, dalam pertemuan ini Menaker Hanif mengajak pemerintah Hongkong agar meningkatkan kualitas perlindungan TKI dengan melalui pengawasan, monitoring dan penindakan terhadap agensi pekerja migran dari kedua negara untuk mencegah pelanggaran-pelanggaran, termasuk pungutan tambahan (over charging) yang terlalu membebani TKI.
“Kita mendapatkan laporan bahwa ada agen-agen tenaga kerja di Hong Kong yang secara langsung maupun tidak langsung bekerja sama dengan PPTKIS yang ada di Indonesia melakukan pungatan tambahan yang menjadi beban bagi TKIkita. Ini problem yang dikenal dengan istilah over charging yang harus dicari solusinya,” kata Hanif.
“Kita bahas cukup dalam dan pemerintah Hong Kong maupun pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus memperbaiki persoalan ini agar nantinya beban-beban yang dialami oleh Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong bisa ditekan,” imbuh Hanif.
Hanif memastikan akan memberikan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran-pelanggaran aturan ketenagakerjaan, termasuk agen-agen PPTKIS yang ditengarai melakukan pungutan liar terhadap TKI ketika bekerja di Hongkong.
“Kita juga minta kepada pemerintah Hongkong agar melakukan tindakan tegas terhadap agensi-agensi asal Hongkong yang merugikan TKI. Kita hormati komitmen mereka untuk meningkatkan aspek perlindungan bagi TKI kita di Hongkong,” kata Hanif.
Kedua belah pihak juga bersepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam pertukaran informasi dan koordinasi untuk menangani permasalahan dan kasus-kasus dari TKI di Hongkong. Menurut data Maret 2015, terdapat 149.838 orang TKI Hongkong. Sebagian besar bekerja sebagai TKI sektor domestik.
Terdapat permasalahan umum yang dihadapi TKI di Hongkong antara lain penganiayaan, hutang piutang, kecelakaan kerja, klaim hak pribadi, kriminal, pemotongan gaji secara berlebihan (over charging), melampaui izin tinggal (over stay), penahanan dokumen, agen tidak terdaftar, terlantar, PHK/kontrak kerja (termination), gaji di bawah standard dan gaji tidak dibayar.
Artikel ini ditulis oleh: