Jakarta, Aktual.com — Kabareskrim Komjen Pol Anang Iskandar menyebutkan, bahwa pemisahan penghuni lembaga pemasyarakatan kasus terorisme untuk mengoptimalkan program deradikalisasi.
“Karena untuk mencegah penyebaran ide-ide paham radikal ke sesama tahanan,” kata Komjen Anang Iskandar di Jakarta, Kamis (31/3).
Menurut dia, dengan klasifikasi pemisahan narapidana kasus terorisme, maka program deradikalisasi di lapas-lapas bisa efektif dan efisien.
Ada tiga klasifikasi narapidana teroris. Lapisan pertama adalah spiritual leader alias pemimpin atau ideologi. Kemudian lapisan kedua adalah field commander alias komandan di lapangan.
“Field commander ini yang menjadi pimpinan dari kelompok kecil. Dia pelatih dalam pelatihan bersenjata. Sementara lapisan terakhir adalah foot soldier atau anak buah.”
Anang merinci saat ini terdapat 201 napi teroris yang tersebar di lapas-lapas seluruh Indonesia. “Dari keseluruhan mantan napi teroris yang berada di lembaga pemasyarakatan, 40 orangnya mengikuti program deradikalisasi. Tapi kemudian, 31 orang justru mengulangi kejahatan teror.”
Pihaknya juga menyoroti keadaan para napi pasca menjalani kehidupan di lapas. “Jika program deradikalisasi di dalam penjara gagal maka program pasca penjara, yakni saat terpidana teroris itu bebas akan jauh lebih buruk lagi.”
Dia menilai seharusnya program deradikalisasi merupakan bagian dari sistem peradilan pidana dan politik yaitu, hukum pidana penanggulangan terorisme.
Selain itu, kata dia, program ini juga harus dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi antara rehabilitasi psikologi dan sosial sehingga hasilnya akan lebih efektif dibanding bila hanya menerapkan dengan dialog keagamaan.
Di sisi lain, Kabareskrim juga menilai perlu perumusan standar keberhasilan program deradikalisasi bagi terdakwa, napi, mantan napi dan keluarga mantan teroris yang telah mengikuti program deradikalisasi.
“Program deradikalisasi juga harus diperkuat dan dilakukan secara berkelanjutan. Semua karena perang melawan teroris tidak hanya bisa dimenangkan dengan hanya menangkap atau membunuh teroris, mengumpulkan data intelijen, atau menjaga perbatasan saja. Perang melawan teroris juga harus diimbangi dengan perang gagasan yang menjadi sumber kekerasan dari akar terorisme itu sendiri.”
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Wisnu