Semarang, Aktual.co — Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang akhirnya merestui para aktivis hak asasi manusia (HAM) untuk bisa memasang nisan di situs bersejarah kuburan massal korban Peristiwa ’65 yang terletak di Dusun Plumbon Kelurahan Wonosari, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang Adi Tri Hananto mengungkapkan, pihaknya telah mendapat pengajuan dari penggiat HAM di kota ini untuk mereka bisa memasang nisan di situs kuburan massal dalam waktu dekat. Selain itu, kata Sekda Kota, para pegiat HAM juga mengajukan permohonan supaya bisa mendapat restu bila ke depan ingin melakukan pemakaman ulang secara layak pada korban.
“Hanya saja, menurut para penggiat hukum dan HAM, masih harus menunggu petunjuk Komnas HAM. Mereka sudah melaporkan dan meminta petunjuk masalah kuburan massal ini ke Komnas HAM. Bila memang suatu saat ada petunjuk dari Komnas HAM atau KKR perihal pemakaman ulang, Pemkot akan membantu semaksimal mungkin,” jelas Tri Hananto.
Ia berujar, kegiatan kemanusiaan untuk memperlakukan kuburan massal secara layak tersebut dinilai positif oleh Pemerintah Kota dan pantas untuk didukung. Pertemuan antara jajaran Pemkot dengan para pegiat HAM berkenaan situs bersejarah kuburan massal tersebut telah berlangsung pada hari Kamis (26/2) di Ruang Rapat Wali Kota, kompleks Balai Kota Jl Pemuda Semarang.
Hadir dalam kesempatan tersebut para aktivis dari Perkumpulan Masyarakat Semarang untuk HAM, Satjipto Rahardjo Institute, dan aktivis mahasiswa dari Universitas Negeri Semarang, dan pemimpin Gereja Kebon Dhalem Semarang Romo Aloys Budi Purnono. Rombongan aktivis diterima Sekda Kota, Asisten I Eko Cahyono, Kepala Kesbangpolinmas Kuncoro Himawan, Camat Ngaliyan Heroe Soekandar, Lurah Wonosari Kecamatan Ngaliyan Sulistoiyo, dan lainnya.
Koordinator PMS-HAM, Yunantyo Adi, mengatakan rencana pemasangan nisan di makam yang biasa disebut Kuburan Plumbon diiringi ritual doa lintas agama itu dimaksudkan sebagai tahap awal upaya memanusiakan jenazah-jenazah korban sembari menunggu petunjuk Komnas HAM kaitannya pemakaman ulang secara layak. PMS-HAM tidak berani membongkar makam mengingat makan itu merupakan barang bukti yang harus dilakukan forensik oleh Komnas HAM.
Oleh karena itu, pihaknya beraudiensi dengan Pemkot Semarang untuk meminta saran sekaligus izin untuk memasang nisan terlebih dahulu, agar rencana itu bisa dijalankan dengan tanpa gangguan. “Kami berkoordinasi dengan Pemerintah Kota sebab pelaksanaan pemasangan nisan ini membutuhkan kenyamanan. Kita bersyukur karena Pemkot Semarang mengapresiasi upaya kita untuk memperlakukan korban di kuburan massal secara layak,” ujar dia.
Di kuburan massal Plumbon, menurut kesaksian warga disinyalir ada 24 korban. Namun ada pula saksi lain yang menyebutkan jumlah korban yang dimakamkan sebanyak 12 orang. Sejauh ini setidaknya telah didapatkan sebanyak delapan identitas korban yang dimakamkan di Kuburan Plumbon dari hasil penyelidikan yang dilakukan pegiat HAM dalam kurun Januari-Februari 2015.
Delapan korban yang diketahui identitasnya ini merupakan warga Kabupaten Kendal sebab saat peristiwa terjadi Dusun Plumbon secara administratif memang masuk wilayah Kabupaten Kendal. Kedelapan korban yang diketahui identitasnya itu adalah Mutiah (dulunya guru TK), Soesatjo (dulunya pejabat teras Kendal), Sachroni, Darsono, Yusuf (dulunya Carik), Kandar (Carik), Dulkhamid, dan Surono.
Romo Aloys Budi Purnomo mengatakan, kegiatan HAM berkaitan kuburan massal itu menantang aspek kemanusiaan masyarakat sekarang ini untuk memberikan penghormatan yang sepantasnya.
“Ya, harus menata kembali, menata kuburan massal itu agar menjadi tempat yang pantas kepada mereka. Tujuan teman-teman ini adalah pemakaman ulang secara layak, kalau sementara baru bisa dilaksanakan pemasangan nisan lantaran masih menunggu petunjuk Komnas HAM mengingat kuburan itu merupakan barang bukti yang tidak bisa diperlakukan sembarangan, ini sudah tahapan yang baik karena Pemerintah Kota ternyata juga mau peduli,” katanya. (Uki)
Artikel ini ditulis oleh:














