Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dinilai telah menggunakan kekuasaannya untuk menindas nelayan tradisional dan masyarakat pesisir, dengan mengeluarkan kebijakan untuk menundukkan rakyat demi kepentingan korporasi, dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Akibatnya, terjadi ketimpangan struktural antara negara, korporasi, dan rakyat.
“Nelayan tradisional (rakyat) dilemahkan oleh keduanya (korporasi dan Pemprov DKI) dengan menutup semua akses (di Teluk Jakarta),” kata PengurusYayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Wahyu Nandang Herawan, dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (17/4).
Ditambahkan Wahyu, ketimpangan struktur inilah yang menyebabkan terjadinya pemiskinan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan pelanggaran hukum.
“Pemiskinan struktural terjadi ketika nelayan tradisional tidak dapat melaut dan mencari ikan, karena aksesnya ditutup yang berakibat nelayan tidak mampu untuk mencukupi kebutuhannya,” katanya menjelaskan.
Wahyu mengatakan pengelolaan wilayah pesisir harus berpedoman pada prinsip “open acces” yaitu masyarakat berhak untuk mengakses secara terbuka wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dan prinsip “common property” yakni nelayan memiliki hak hukum untuk memanfaatkan, melindungi, mengelola dan melarang orang luar memanfaatkannya.
“Oleh sebab itu, sudah selayaknya dan dibenarkan bahwa para nelayan melakukan penyegelan pulau karena pengelolaan pesisir dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu dan aksesnya tertutup monopoli,” kata Wahyu.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara