Jakarta, Aktual.co —Dukung penerapan kebijakan pelarangan sepeda motor lintasi jalan protokol MH Thamrin – Medan Merdeka Barat, Pemprov DKI akan berlakukan tarif murah di Lapangan IRTI, Monas, Jakarta Pusat.
Kepala Unit Pengelola (UP) Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Sunardi Sinaga mengatakan rencananya tarif yang akan dikenakan adalah Rp2.000 untuk satu jam pertama.
“Kemudian Rp3.000 untuk jam-jam selanjutnya untuk parkir seharian. Lapangan IRTI Monas kan memang kewenangan kita,” ujar Sunardi, di Jakarta, Jumat (26/12).
Selain itu, Pemprov DKI juga memberi jaminan keamanan bagi motor yang diparkir di sana. Terkesan lepas tangan, kata dia, kalau pengendara lebih memilih memarkir di luar kawasan Monas maka itu sudah bukan tanggung jawab Pemprov DKI lagi.
Sehingga untuk urusan tarif yang berlaku juga bukan tanggung jawab Pemprov DKI.
“Bukan tupoksi kita lagi. Jadi kita tidak mengawasi tarif yang berlaku di situ. Lain halnya dengan di IRTI Monas, kalau sampai tarif yang berlaku tidak sesuai dengan yang sudah ditetapkan, maka petugasnya akan langsung ditindak,” tutur Sunardi.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan Lapangan IRTI Monas mampu menampung hingga 700 sepeda motor. Pihaknya pun berharap akan ada banyak pengendara yang memarkirkan motornya di kawasan tersebut.
“Kita berharap lapangan parkir ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pengendara. Setelah parkir disini (IRTI Monas), pengendara bisa melanjutkan perjalanannya dengan menggunakan bus gratis yang sudah disediakan,” ucap dia.
Ketua Indonesia ITW (Indonesia Traffic Watch), Edison sebelumnya menyatakan heran dengan pelarangan sepeda motor melintasi MH Thamrin- Medan Merdeka Barat.
Edison mengkritik kebijakan Pemprov DKI yang seperti selalu diiringi keharusan masyarakat untuk mengeluarkan uang.
“Saya heran kenapa idenya selalu dibungkus dengan duit,” ujarnya ketika dihubungi, Jumat (19/12).
Terkait dengan pelarangan itu, dia dengan tegas menolak. Menurutnya ketersediaan lalu lintas merupakan kewajiban pemerintah untuk masyarakat.
“Jadi itu pelayanan murni, bukan untuk bisnis. Mungkin Pemprov DKI belum tahu soal itu. Itu tercantum dalam UU No. 22 Tahun 2009,” ujarnya.
Pelarangan motor, kata dia, bukan cuma bermasalah di lahan parkir bagi pengendara saja. Tapi juga dari segi efektivitas dan efisiensinya.
“Mereka harus menitipkan motor, kemudian naik bus, kemudian kembali lagi ke penitipan. Itu merepotkan sekali,” ujarnya.
Sedangkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) membantah kritik yang menyebut pelarangan itu sebagai bentuk diskriminasi terhadap pengguna motor.
Kata dia, kebijakan untuk mengurangi pengguna kendaraan melewati jalan protokol juga akan diberlakukan untuk mobil. Yakni dengan penerapan peraturan sistem jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP). “Sama saja jadinya,” di Balaikota DKI, (22/12).
Dia juga berpendapat pelarangan motor bisa menghemat lebar jalan protokol. “Kamu hitung aja 100 orang naik motor dengan 100 orang naik bus lebih hemat mana dari sisi jalan.”
Mengenai dipersoalkannya dasar hukum dari pelarangan motor, Ahok mengklaim ada. Kata dia, Pemerintah memang bisa membatasi kendaraan termasuk melakukan pelarangan demi untuk kelancaran lalu lintas.
Artikel ini ditulis oleh:

















