Jakarta, Aktual.co —Rencana Pemprov DKI untuk melarang adanya aktifitas berbau politik di acara Car Free Day (CFD) menuai kritikan berbagai pihak.
Penulis JJ Rizal berpendapat Pemprov DKI tidak bisa melarang-larang aktifitas politik yang berlangsung di ruang publik. Mengingat kawasan yang diberlakukan CFD, ujar dia, sehari-harinya hanya dimiliki kawasan kelas menengah ke atas. 
Padahal masyarakat Jakarta juga butuh ruang publik untuk melakukan kegiatan aktifitas apapun. Salah satunya berkegiatan politik di jalan saat CFD.
“Menurut gue nggak bisa itu fungsi ruang publik pusat kota jadi hanya milik elit atau orang-orang politik saja. Daerah sekitar Thamrin itu daerah yang hanya bisa dilewati kelas atas? Ini urusan ruang publik masyarakat membutuhkan itu,” kata JJ Rizal saat dihubungi aktual.co, Sabtu (4/4).
Menurut pendiri Komunitas Bambu ini, kehadiran aktifitas politik saat CFD merupakan suatu gejala yang wajar, karena warga juga butuh diperhatikan pendapatnya. “Warga mencoba mendapat perhatian itu hal yang lumrah sah-sah saja, konyol kalau itu dilarang karena ruang publik, pemimpin menunjukan kearogansiannya tidak jauh seperti orang yang tak berakhlak,” ucap pria asli Betawi ini.
Lulusan jurusan sejarah Universitas Indonesia ini berpendapat adalah wajar ketika pemerintahnya otoriter, wajar saja warga menggunakan ruang publik untuk aktifitas menyampaikan pendapat. “Nggak masalah, namanya juga ruang publik. Justru pemerintah kota, harusnya memikirkan untuk menambah ruang-ruang publik.
Rizal membandingkan dengan taman-taman kota di luar negeri yang juga sering dipakai untuk arena menyampaikan pendapat warganya. “Menyampaikan pesan warga,” ucap dia.
Pendapat berbeda justru disampaikan salah seorang seniman street art di Jakarta, Rizki ‘Bujangan Urban’. Menurut dia tak masalah dengan adanya pelarangan aktifitas politik di acara CFD. Sebab menurutnya kegiatan berpolitik bisa dilakukan di hari-hari lain.
Sebagai seniman street art, dia juga merasa aktifitasnya tak bisa berhenti hanya karena ada pelarangan seperti itu. Kata dia, warga Jakarta jangan malah sama dengan sikap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang ‘doyan’ marah-marah.
“Karena pola pikir yang marah-marah itu, gue anggap malah bukan menjadikan kita sebagai orang yang cerdas. Apalagi, ketika mendengar kata pelarangan. Bukan lantas bikin kita harus marah-marah untuk menolaknya. Apalagi harus membuat kita berhenti berkreasi sebagai seniman,” kata dia, Sabtu (2/4) siang.
Adanya pelarangan, menurut dia, justru memacu untuk lebih kreatif sehingga bisa mengakali keadaan. “Bisa bikin gue sebagai seniman untuk mengeluarkan ide-ide liar gue berekspresi. Jadi ‘cemen’ aja buat gue kalau ada orang kemudian marah-marah ketika baru mendengar pelarangan ini.”

Artikel ini ditulis oleh: