Kupang, Aktual.co — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dinilai memberatkan petani dengan mengeluarkan kebijakan yang menyulitkan untuk memperoleh pupuk. Petani diharuskan membentuk kelompok tani dengan mengajukan Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) ke pengecer dan Dinas Pertanian kabupaten setempat sehingga pengecer bisa melayani sesuai kebutuhan dalam ketentuan untuk memperoleh pupuk bersubsidi.
Joni, seorang petani di Kabupaten Kupang mengeluhkan birokrasi pemerintah yang sulit dijangkau masyarakat. Karena birokrasi yang bertele-tele maka petani sulit memperoleh pupuk.
“Kami dengar ketersediaan pupuk sangat banyak malahan lebih dari cukup tapi kami susah dapat karena birokrasinya terlalu rumit,” kata Joni, rabu (21/1).
Untuk distribusi pupuk hingga ke petani, distributor membeli dari produsen dan kemudian dibeli oleh pengecer dan kemudian dibeli oleh petani melalui kelompok dengan mengajukan Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Ini adalah kebijakan yang mempersulit petani pada setiap musim panen.
Menurut Joni, sebagian besar tanaman milik petani hanya berumur 2-3 bulan sudah panen. Namun, jika hanya mendapatkan pupuk dengan birokrasi yang bertele-tele maka tanaman yang sudah ditanam bakal mati sebelum pupuk diperoleh petani.
“Kami selalu gagal panen karena keterlambatan pupuk. Untuk mendapat pupuk saja butuh waktu 5-6 bulan, sedangkan umur tanaman ada yang hanya 3 bulan sudah bisa panen,” jelasnya.
Pelaksana tugas Direktur PT. Pertani Wilayah Nusa Tenggara Timur Lukman Anwar menjelaskan, kebutuhan pupuk untuk daerah itu pada 2015 sebesar 47.960 ton. PT Pertanian Wilayah Nusa Tenggara Timur memproduksi dua jenis pupuk yakni Metro Kimia Gresik dan Kaltim.
Lukman menyampaikan ketersediaan pupuk untuk petani sangat cukup karena distribusi sesuai kebutuhan. Namun, yang sering dikeluhkan petani adalah memperoleh pupuk bersubsidi harus melalui tahapan kebijakan dan aturan. Setiap petani yang ingin memperoleh pupuk harus membentuk kelompok tani dan mengajukan Racangan Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
“Kalau tanpa RDKK maka petani tidak bisa membeli pupuk bersubsidi. Hal ini sudah diatur dalam SK Gubernur NTT Nomor 38 Tahun 2014,” kata Lukman.
Dia menguraikan, di NTT terdapat 870.000 hektare lahan pertanian milik petani yang membutuhkan pupuk. Untuk satu hektare lahan tanaman membutuhkan pupuk sekitar 40.000 kilogram (Kg). Kebutuhan pupuk untuk petani cukup tersedia, namun permintaan harus sesuai dengan kebutuhan melalui RDKK.
Harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang ditetapkan adalah pupuk urea dijual dengan Rp 1.800 per Kg, SP 36 dijual dengan Rp 2.000 per Kg, ZA dijual dengan Rp 1.400 per Kg, NPK Rp 2.300 per Kg, dan pupuk Organik sebesar Rp 500 per Kg.
HET pembelian pupuk oleh petani, petambak, dan atau kelompok tani ditetapkan dalam kemasan sebesar 50 Kg untuk pupuk Urea, SP36, ZA, dan PNK. Sedangkan pupuk organik kemasannya 40 Kg.
Sesuai Surat Keputusan Gubernur NTT, harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi jenis urea Rp 90 ribu per karung ukuran 50 kilogram dan Rp 115.000 untuk jenis NPK pelangi. Sedangkan untuk harga non subsidi, pupuk jenis urea Rp 250 ribu per karung ukuran 50 kilogram.
Artikel ini ditulis oleh:

















