Ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) melakukan demonstrasi memadati jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta, Jumat (4/11/2016). Ribuan massa ini menuntut penuntasan proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diduga melakukan penistaan agama menginap di Masjid Istiqlal. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com-Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah sebagai pelapor kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok khawatir masyarakat melakukan pergerakan kembali apabila Ahok tidak segera ditahan.

“Tapi kalau masih lambat, kami khawatir masyarakat melakukan pergerakan, sehingga kondisi masyarakat kita makin tidak kondusif,” kata Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah Pedri Kasman di Gedung Bareskrim Polri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (18/11).

Sementara itu, terkait kedatangannya ke Bareskrim Polri, ia menyatakan bahwa pihaknya sebagai pelapor Ahok dalam kasus dugaan penistaan agama hanya melengkapi berkas yang telah diserahkan sebelumnya.

“Sama dengan pemeriksaan sebelumnya. Sekarang hanya melengkapi, harapan kami sebagai pelapor adalah agar BAP ini dilengkapi dan segera dilimpahkan ke kejaksaan, agar kejaksaan bisa melakukan P21 dan Ahok ditetapkan sebagai terdakwa,” tuturnya.

Menurutnya, apabila Ahok sudah menjadi terdakwan akan memungkinan penyidik menahan mantan Bupati Belitung Timur itu.

“Jadi kalau sudah begitu, harapan kita masyarakat tidak perlu lagi aksi yang lebih keras,” ucap Pedri.

Pihaknya pun masih menggunakan bukti utama, yaitu video pidato Ahok di Kepulauan Seribu dengan tuntutan Pasal 156 A KUHP.

“Jadi harapan kami, prosesnya dipercepat dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya,” katanya.

Sebelumnya, polisi menyatakan tidak melakukan penahanan terhadap Ahok.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan hal itu karena tidak semua penyidik setuju bahwa dalam kasus Ahok terdapat unsur pidana.

“Penahanan itu harus (memenuhi) dua syarat objektif bahwa di kalangan penyidik harus ada pendapat mutlak kalau itu unsur tindak pidana. Dalam gelar perkara kemarin, jelas ada perbedaan pendapat. Karena unsur obyektif yang menyatakan pidana tidak mutlak, maka tidak dilakukan penahanan,” kata Jenderal Tito di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11).

Alasan kedua, penahanan tidak dilakukan karena pihak Bareskrim menganggap Ahok cukup kooperatif. “Kabareskrim sebut yang bersangkutan kooperatif, mau datang mengklarifikasi,” ujarnya.

Selain itu, Ahok yang saat ini sedang maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta juga memperkecil kemungkinan yang bersangkutan untuk melarikan diri.

Badan Reserse Kriminal Polri resmi menetapkan Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka kasus penistaan agama terkait ucapan yang dilontarkan saat melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Adapun sesuai Peraturan KPU No 9/2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, naiknya status Ahok menjadi tersangka tidak membatalkan kepesertaan pasangan calon nomor urut dua tersebut dalam Pilkada DKI 2017.

Artikel ini ditulis oleh: