Narasi-narasi intoleran dan miskin etika itu, lanjut Dahnil, lahir dari isi kepala politisi yang menghalalkan segala cara untuk menang dan berkuasa. Makna toleransi dimonopoli sesuka dan sesuai selera kepentingan politik.
“Karena itu saya mengajak untuk menghentikan perilaku seperti ini. Mari hadirkan toleransi yang otentik, toleransi yang melahirkan dialog dan saling hormat-menghormati secara tulus. Bukan basa-basi politik,” tegas dia.
Karena itu, kata Dahnil, yang harus dihadirkan adalah perilaku meninggikan akhlak politik atau etika politik. Setop menghalalkan segala cara untuk menegasikan lawan politik. Politik yang menghalalkan segala cara, melahirkan perilaku politisi yang minus etika dan akhlak.
“(Kita harus) menghadirkan agama sebagai solusi bagi kehidupan sosial dan politik sebagai perekat sosial bagi kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkas Danhil.
(Reporter: Teuku Wildan)
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Eka