Jakarta, Aktual.com – Delik pemufakatan jahat tidak akan terjadi jika para pihak tidak memiliki kualitas yang sama. Sebab secara harfiah, delik ini diartikan sebagai dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan kejahatan.
Demikian pendapat pakar hukum pidana dari Universitas Gajah (UGM), Eddy Hiariej saat dihadirkan sebagai ahli dalam permohonan judicial review atau uji materi Pasal 15 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Subjektif pemufakatan jahat pada dasarnya sama dengan niat diantara para pelaku untuk bersama-sama mewujudkan suatu kejahatan. Tegasnya, ada ‘toesteming’ atau ‘meeting of mind’ atau kesepakatan diantara pelaku,” papar Eddy sebagaimana tertuang dalam putusan MK Nomor 21/PUU-XIV/2016, dikutip Senin (12/9).
Dijelaskan Eddy, kualitas yang dimaksud bisa diartikan sebagai kewenangan. Menurutnya, pemufakatan jahat merupakan ‘delicta propia’ atau delilk yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang dengan kualifikasi tertentu.
“Tidaklah mungkin terjadi pemufakatan jahat apabila antara dua orang atau lebih yang tidak memiliki kualitas yang sama, bersepakat untuk melakukan suatu kejahatan,” terangnya.
Seperti diketahui, permohonan uji materi UU Tipikor ini diajukan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto dikabulkan. Dimana, seluruhan permohonannya dikabulkan oleh Majelis Hakim MK.
Mejelis yang diketuai Hakim Arief Hidayat memutuskan bahwa frasa pemufakatan jahat dalam Pasal 15 UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945.
“Frasa pemufakatan jahat bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai, ‘pemufakatan jahat adalah bila dua orang atau lebih yang mempunyai kualitas yang sama saling bersepakat melakukan tindak pidana,” demikian bunyi salah satu amar putusannya.
Laporan: M Zhacky Kusumo
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby