Jakarta, Aktual.com – Wakil Indonesia untuk Komisi Antarpemerintah ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (AICHR), Yuyun Wahyungingrum, menyampaikan tidak sependapat dengan penempatan para migran dan pengungsi ke pusat penahanan selama penegakan aturan pembatasan sosial (MCO) di Malaysia.

“Saya berpendapat pengiriman migran dan pengungsi ke pusat penahanan tidak praktis dan tidak diperlukan untuk upaya pengaturan kontrol gerakan (MCO) yang sudah diterapkan sejak 16 Maret 2020. Oleh karena itu, operasi razia terhadap para migran harus dihentikan,” kata Yuyun lewat pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (13/5).

Pernyataan itu disampaikan Yuyun menanggapi insiden penangkapan massal pekerja asing lewat razia yang dilakukan oleh Departemen Imigrasi Malaysia di kawasan sekitar Pasar Grosir Kuala Lumpur pada Senin (11/5).  Awal bulan ini, Pemerintah Malaysia juga sempat merazia daerah sekitar Jalan Masjid India, Kuala Lumpur, untuk mencari para migran, khususnya perempuan, anak-anak, dan pengungsi Rohignya asal Myanmar, kata Yuyun.

“Operasi razia akan melanggar kepatuhan jarak sosial atau tindakan perlindungan kesehatan lainnya. Ia (operasi razia, red) akan mengarah pada paparan infeksi COVID-19,” dia menambahkan.

Tidak hanya meningkatkan risiko penularan, operasi razia juga menyebabkan para migran, termasuk pekerja migran asal Indonesia, takut sehingga mereka enggan melakukan tes COVID-19 secara sukarela karena khawatir ditahan dan dideportasi.

“Saya menerima laporan bahwa rangkaian operasi razia ini telah menciptakan iklim ketakutan di antara para migran di Malaysia, termasuk pekerja migran Indonesia, terutama mereka yang telah menyelesaikan kontrak mereka tetapi tidak dapat kembali pulang karena kebijakan pembatasan pergerakan,” terang Yuyun.

Oleh karena itu, Yuyun menegaskan kembali posisi AICHR yang mendesak negara anggota ASEAN sebaiknya mengikutsertakan perlindungan HAM saat menangani pandemi, khususnya pada kelompok rentan dan terpinggirkan, seperti pekerja migran dan pengungsi.

“Pekerja migran dan pengungsi sering kali menghadapi kesulitan dalam mengakses perawatan kesehatan karena status imigrasi mereka, biaya yang tinggi, kurangnya informasi, dan konsekuensi luas dari sikap xenophobia (fobia orang asing, red) terhadap mereka,” jelas Yuyun.

Lebih dari 1.000 migran ditangkap lewat rangkaian razia yang digelar Pemerintah Malaysia sejak 1 Mei 2020. Ribuan migran itu sebagian besar berasal dari Myanmar, Indonesia, dan beberapa lainnya datang dari India, Pakistan, serta Bangladesh.

Khusus saat razia pada 11 Mei, 421 warga negara Indonesia ditangkap di Pasar Borong Selayang, Kuala Lumpur, oleh Imigrasi Malaysia. Menurut otoritas setempat, ratusan WNI itu melanggar aturan keimigrasian karena tidak memiliki izin tinggal, dokumen pengenalan diri, dan membawa izin palsu.

 

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin