Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi II DPRD Jabar Yunandar Eka Perwira mengkritisi penanganan kekeringan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota bagi daerah yang terkena dampak, dinilai tidak memecahkan masalah.
“Jadi langkah memberikan bantuan air bersih ke desa-desa yang dinilai rawan kekeringan itu bagus tapi bantuan yang diberikan itu dinilai tidak memecahkan masalah. Kemudian di dalam APBD Jabar Perubahan tidak ada langkah antisipatif terkait untuk mengatasi kekeringan,” kata Yunandar, di Bandung, Kamis (6/8).
Menurut dia, seharusnya Pemprov Jawa Barat membuat program prioritas guna mengantisipasi supaya suplai air bersih untuk warga yang membutuhkan tetap terpenuhi seperti membuat embung-embung.
Ia menjelaskan, di dalam perubahan anggaran belum tercermin bagaimana mengantisipasi kekeringan, khususnya yang berdampak langsung terhadap pertanian dan perkebunan.
“Itu seharusnya bisa diantisipasi, contohnya pemerintah belum memikirkan cara agar kebutuhan air untuk pertanian bisa tetap terpenuhi,” kata dia.
Sektor pertanian dan perkebunan saat musim kemarau ini sangat membutuhkan air, peran serta pemerintah daerah sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan air di dua sektor tersebut.
“Oleh karenanya pemerintah harus membantu petani dalam memperoleh sumber air baru. Pemerintah bisa membikin sumur dan embung-embung air,” kata dia.
Sementara itu, kekeringan yang terjadi pada musim kemarau 2015 mengancam sekitar 10.000 hektare lahan perkebunan di Provinsi Jawa Barat.
“Kalau dihitung-hitung kebanyakan kekeringan perkebunan di Jabar itu di Jabar Selatan seperti Garut, Ciamis, Cianjur, Sukabumi sekitar 10 ribu hektare lahan perkebunan (yang terancam),” kata Kepala Dinas Perkebunan Jawa Barat Arief Santosa.
Ia mengatakan kekeringan lahan perkebunan berbeda dengan kekeringan lahan pertanian karena kekeringan perkebunan berada di dataran tinggi sehingga sangat bergantung pada sumber mata air.
Artikel ini ditulis oleh: