Palembang, Aktual.com – Anggota Komisi IX DPR RI, Nur Nadlifah menilai, langkah pemerintah dalam menangani permasalah stanting tidak terkoordinir dengan baik. Pasalnya, banyak terlalu banyak instansi yang menangani permasalahan stunting di Indonesia.

“Penanganan stunting ini ada dimana-mana, banyak kementerian dan lembaga yang menangani stunting sehingga pengawasannya tidak jelas. Misalnya Kementerian Kesehatan da BKKBN, ada penanganan stunting, mitranya Komisi IX yang mengawasi komisi IX. Begitu juga PUPR karena stunting juga terkait sanitasi, yang mengawasi komisi V, ada pertanian terkait masalah pangan, yang mengawasi Komisi IV, sehingga tidak ketemu, maka BKKBN diberi tugas sebagai leading sektor ini bertugas berkoordinasi dengan kementrian dan lembaga barometernya jelas. Komisi IX jika meminta laporan sampai dimana pencegahan stunting maka BKKBN bisa menjelaskan dan kita bisa mendorong percepatan penurunan stunting ini,” kata Nur Nadlifah dalam keterangannya, yang diterima, Kamis (23/12).

Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa ini menjelaskan bahwa penanganan stunting saat ini menjadi prioritas pemerintah, karena terkait dengan masa depan bangsa ini.

“Kenapa stunting ini harus dicegah, kenapa stunting ini menjadi prioritas pembangunan nasional, karena stunting ini menyangkut masa depan bangsa. Saya tidak bisa bayangkan kalau anak-anak Indonesia banyak yang terkena stunting, 10 tahun, 20 tahun, 30 tahun yang akan datang, apakah masih ada Indonesia. Persaingan tidak hanya Sumatera Selatan dengan Bengkulu, Jambi atau dengan Jawa, persaingan sudah international, maka kita harus mewujudkan, mencetak generasi penerus kita yang unggul dan berkualitas,” lengkap Nur Nadlifah.

Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru yang hadir dan membuka secara resmi kegiatan tersebut menegaskan komitmen Pemrov Sumatera Selatan dalam penanganan dan pencegahan stunting.

Menurut Gubernur, Pemprov sejak awal telah berkomitmen melakukan percepatan pencegahan dan penanggulangan stunting. Bahkan hal itu menjadi salah satu prioritas pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sumsel Tahun 2019-2023.

“Untuk menggapai prioritas tersebut memang tidak mudah, namun bukan berarti hal itu tidak bisa dicapai.  Untuk itu sinergitas harus terus dibangun, semua stake holder harus bergerak,” katanya.

Ia menambahkan, langkah kongkrit sudah dilakukan pemrov kearah itu, seperti mulai membenahi pos pelayanan terpadu (posyandu).

“Permasalahan stunting memang patut menjadi perhatian kita untuk segera dituntaskan. Di Sumsel sendiri, berbagai upaya telah dilakukan. Salah satu contoh pengaktifan Posyandu misalnya. Kita terus melengkapi berbagai peralatan di dalamnya agar masalah stunting ini dapat lebih dini diatasi,” paparnya.

Diketahui, Indonesia sendiri merupakan negara yang masuk dalam lima besar dunia terkait tingginya prevalensi anak stunting. Berdasarkan Studi Status Gizi Balita Indonesia, pada tahun 2019  prevalensi stunting nasional berada diangka 27,67 persen.

Sebab itu, pemerintah pusat menargetkan pada tahun 2024, prevalensi stunting dapat ditekan menjadi 14 persen. Target tersebut tentu bukan hal yang mustahil jika semua pihak terus bekerjasama dalam menurunkan angka stunting tersebut.

Sumsel sendiri saat ini tengah berupaya terus melakukan pencegahan stinting pada anak. Salah satunya melalui program Sumsel Mandiri Pangan. Dimana program tersebut untuk merupah pola fikir masyarakat yang saat ini hanya menjadi pembeli bisa menjadi produsen dalam menghasilkan kebutuhan pokok, minimal untuk dikonsumsi sendiri.

“Artinya, selain sebagai upaya untuk mensejahterakan masyarakat dengan menekan biaya hidup, program itu juga kita harapkan dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memperbaiki gizi keluarga melalui hasil budidayanya sendiri,” terangnya.

Dia berharap, seminar tersebut dapat menghasilkan rekomendasi yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat.

“Kita sangat berharap seminar ini dapat menghasilkan rekomendasi yang produktif dan dapat diimplementasikan,” imbuhnya.

Deputi KSPK BKKBN Nopian Andusti mengatakan, kerjasama memang dibutuhkan dalam pencegahan stunting tersebut.

“Percepatan pencegahan stunting ini menjadi isu yang memang harus segera diselesaikan. Karena permasalahan ini sangat berpengaruh pada peningkatan SDM kedepannya,” pungkasnya.

Nopian juga menekankan, salah satu peran remaja dalam pencegahan stunting yaitu dengan mengimplementasikan usia ideal menikah minimal pada usia 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki sebagai upaya pencegahan stunting dari hulu.

“Kewajiban mencegah dan memutus mata rantai stunting adalah tanggungjawab seluruh bangsa, oleh karena itu perlu sinergitas dan keterlibatan dari semua pihak,” lengkapnya.

Pelaksana tugas Kepala Perwakilan BKKBN Sumatera Selatan, Dr. Hj. Desliana, S.E,M.M menyampaikan bahwa generasi penerus bangsa haruslah tumbuh dalam keadaan sehat, cerdas dan produktif serta terbebas dari stunting, untuk itu diharapkan dukungan dari segenap Fatayat NU dalam menyukseskan gerakan ini.

“Pembinaan ketahanan remaja merupakan bagian dari kebijakan pembangunan keluarga yang dikembangkan dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja agar mampu melangsungkan, satu jenjang pendidikan secara terencana, dua berkarir dalam pekerjaan secara terencana, tiga menikah dengan penuh perencanaan sesuai fase reproduksi sehat,” tutur Desliana saat menyampaikan pidatonya.

Turut hadir, Anggota Komisi IV DPR RI sekaligus Ketua PP Fatayat NU Hj Anggia Erma Rini, PLT Kepala Perwakilan BKKBN Sumsel Hj Desliana, dan juga Sekretaris DPPKB Kota Palembang Rachmat Maulana.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu