Fahri Hamzah

Jakarta, Aktual.com – Penangkapan yang dilakukan Polisi terhadap Sekjen FUI Al-Khatthath dan beberapa orang lainnya terkait dugaan kasus makar jelang aksi bela Islam 313 terus menuai kritik publik.

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, mengatakan bahwa dalam bernegara demokrasi mengkritik pemerintah adalah sesuatu yang lumrah, berbeda bila hidup di rezim otoriter. Sehingga perlu menempatkan kuping yang tebal bukan yang tipis.

“Kuping itu harus tebal kalau demokrasi. Kalau Kuping tipis, jangan hidup di Indonesia. Suruh ke Korea Utara sana. Jadi rakyatnya Kim Jong Un, cocok dia itu, begitu presiden lewat tepuk tangan,” kata Fahri di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (31/3).

Dikatakan dia, yang dikhawatirkan penangkapan itu hanya menakut-nakuti untuk membungkam kebebasan berbicara.

“Yang saya takut si Khatthat ini dipanggil cuma buat dimarah-marahin ‘lu jangan gitu lagi, kita dimarahin sama Bos nih’. Nggak boleh gitu,” sebut dia.

Masih dikatakan Fahri, dalam negara berdemokrasi wajar saja orang ribut atau mengkritik pemerintah menyampaikan aspirasinya. Sehingga, jika pemerintah ingin negara ini senyap, maka sistemnya harus diganti menjadi otoriter.

Dengan nada yang keras dan tegas, Fahri mengingatkan kalau Presiden Jokowi sedang mengarahkan negara ini menuju ke sistem otoriter dengan penangkapan yang terjadi.

“Kalau Jokowi mau gitu lagi, silakan, saya ga mau. Dan kalau dia mau kaya gitu, saya lawan dia!,” ujar presiden KA KAMMI itu.

Dikatakan Fahri, jelang ulang tahun reformasi, bagaimana masih teringat bagaimana susahnya orang dihilangkan kebebasannya. Jangan main-main presiden dengan mencoba bermain kode-kodean untuk menakut-nakuti publik.

“Sekarang itu ga ada lagi orang takut. Orang pinter yang banyak ini, dan presiden jangan takut dengan orang pinter,” pungkasnya.

 

Laporan Novrijal Sikumbang

Artikel ini ditulis oleh: