Washington, Aktual.com – Penasehat keamanan nasional Presiden Amerika Serikat Donald Trump menemui kubu oposisi Venezuela, Majelis Nasional pada Jum’at (5/5) lalu. Dalam pertemuan ini, mereka sepakat bahwa krisis politik di Caracas harus segera diselesaikan secara damai, kata Gedung Putih, Sabtu (6/5).
Penasehat keamanan nasional AS, H.R. McMaster dan Presiden Majelis Nasional Venezuela, Julio Borges membahas, “kebutuhan agar pemerintah mematuhi Konstitusi Venezuela, membebaskan tahanan politik, menghormati Majelis Nasional, dan menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan demokratis, ” kata Sekretaris pers Gedung Putih, Sean Spicer dalam pernyataan resminya.
Presiden Venezuela Nicolas Maduro, yang tengah menghadapi protes dari kelompok antipemerintah selama beberapa pekan ini, telah mengumumkan sebuah majelis konstituen untuk merancang undang-undang dasar yang baru pada Senin (1/5) lalu.
Pengumuman ini dikecam keras oleh seterunya dan disebut sebagai perebutan kekuasan yang mengesampingkan Majelis Nasional. Borges pun menanggapinya dengan menyerukan warga Venezuela untuk memberontak.
Maduro sendiri menyatakan tindakannya adalah upaya untuk memecah kebuntuan dari krisis politik yang berlarut di negeri tersebut. Selain itu, hal ini juga memungkinkan kubu politik serta sosial yang berbeda untuk bersama-sama memutuskan masa depan negara Amerika Latin tersebut.
“Saya menyeru kekuasaan konstituen asli untuk mewujudkan perdamaian yang diperlukan negeri ini, mengalahkan kudeta fasis dan memungkinkan rakyat berdaulat melaksanakan perdamaian, keharmonisan dan dialog nasional sejati,” kata Maduro, sebagaimana dikutip Xinhua.
Partai Sosialis sebagai partai berkuasa, dan oposisi sayap-kanan Majelis Nasional telah terlibat perebutan kekuasaan secara sengit dan mengakibatkan protes rusuh anti-pemerintah dalam beberapa pekan belakangan. Aksi protes ini telah menewaskan sedikitnya 29 orang dalam hitungan pekan.
Sementara itu, puluhan ribu perempuan yang mengenakan baju putih menentang Presiden Venezuela Nicolas Maduro dengan berunjuk rasa dan memberikan bunga mawar kepada pasukan keamanan yang menghalangi jalan mereka pada Sabtu (6/5) kemarin. Perempuan-perempuan itu pun meneriakkan “kemerdekaan” dalam unjuk rasa tersebut.
Inilah unjuk rasa kaum perempuan terbaru. Protes-protes berlangsung di sebagian besar kota-kota besar di seantero penghasil minyak Amerika Selatan itu selama lima pekan, menentang Presiden Maduro yang oleh para penentangnya disebut sebagai diktator yang merusak ekonomi negara.
Di Karakas, para pengunjuk rasa menyanyikan lagi kebangsaan dan meneriakkan “Kami ingin pemilihan”. Mereka dihentikan di berbagai titik oleh polisi wanita dan tentara Pengawal Nasional yang berkendaraan mobil-mobil lapis baja.
Kubu oposisi, yang memiliki dukungan mayoritas di Venezuela setelah bertahun-tahun menjadi bayang-bayang Partai Sosialis yang sedang berkuasa, menuntut pemilihan yang ditunda akan diadakan dan pemilihan presiden 2018 akan tetap dilanjutkan.
Mereka juga menginginkan pemerintah membebaskan sejumlah pegiat yang ditahan, mengizinkan bantuan kemanusiaan dari luar negeri untuk meringankan krisis ekonomi yang parah, dan menghormati kemerdekaan lembaga legislatif. Di lembaga itu oposisi meraih suara mayoritas pada 2015.
Menyinggung vandalisme dan kekerasan yang dilakukan pengunjuk rasa muda dan bertopeng, Maduro mengatakan oposisi berusaha ingin melakukan kudeta dengan bantuan Amerika Serikat dan melakukan aksi-aksi teroris dan pembunuhan.
Dalam menanggapi krisis, pengganti Hugo Chaves yang berusia 54 tahun itu membentuk sebuah badan super bernama “majelis konstituen” dengan kekuasaan unuk mengamandemen konstitusi, menggoncang kekuatan-kekuatan publik, berpotensi mengganti badan pembuat undang-undang. Demikian laporan Reuters.[Teuku Wildan]
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Andy Abdul Hamid