Kika; Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Aradila Caesar dan Lalola Easter, Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho dalam menggelar jumpa persnya di kantor Indonesia Corruption Wacth (ICW), Jakarta, Minggu (21/6/2015). Dalam jumpa persnya ICW menolak adanya pelemahan KPK dengan melalui Revisi UU KPK. AKTUAL/MUNZIR

Jakarta, Aktual.com – Peneliti Divisi Hukum Dan Monitoring Peradilan ICW Aradila Caesar mengatakan bahwa pencabutan hak politik itu berdasarkan Pasal 18 UU Tipikor.

Untuk itu ICW meminta agar Jaksa Agung harus menginstruksikan jaksa di daerah untuk melakukan penuntutan secara lebih optimal melalui kebijakan yang mengatur pemberian “reward and punishment”.

“Jaksa Agung juga harus memerintahkan dalam melakukan penuntutan juga menuntut pidana tambahan berupa pencabutan hak politik, uang pengganti. Jaksa Agung dapat meniru upaya KPK dalam mencabut hak politik koruptor yang merupakan pejabat publik/anggota partai politik serta berfokus pada upaya eksekusi uang pengganti dan merampas aset koruptor, ditambah bersikap lebih inovatif dalam melakukan penuntutan dengan menggunakan pasal pencucian uang,” katanya, Sabtu (4/3).

Selain minimnya inovasi dalam tuntutan dan hukuman, ICW juga menyoroti buruknya pengelolaan informasi di Mahkamah Agung.

“Ada beberapa persoalan yang muncul dalam pengelolaan informasi pengadilan khususnya terkait putusan seperti masih banyak pengadilan tipikor yang tidak mengunggah putusan pengadilan tipikor; masih banyak ditemukan perkara yang salinan putusannya tidak dapat diunduh atau salinan putusan tidak terbaca,” tambah Aradila.

Masih banyak persoalan teknis lainnya seperti laman direktori direktori putusan MA tidak dikelola dengan baik karena putusan tidak diatur berdasarkan tahun sehingga sulit untuk menelusuri semua putusan pada tahun tertentu karena tercampur dengan putusan tahun-tahun terdahulu. Pengadilan tipikor juga masih lamban dalam mengunggah salinan putusan, bahkan baru diunggah pada tahun berikutnya.

“Apalagi kami menilai komitmen antikorupsi pimpinan MA masih minim. Selama lima tahun terakhir, ketika dipimpin Hatta Ali, kredibilitas lembaga pengadilan terpuruk akibat proses hukum dan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK terhadap sejumlah hakim dan pegawai pengadilan serta MA. Lembaga Pengadilan tidak berpihak terhadap upaya pemberantasan korupsi karena vonis ringan yang diberikan terhadap koruptor, tidak sedikit hakim dan pejabat di Pengadilan termasuk MA juga mangkir dari kewajiban pelaporan kekayaan (LHKPN). Reformasi di MA tidak berjalan optimal,” jelas Aradila.[Ant]

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Andy Abdul Hamid