Jakarta, Aktual.com – Kementerian BUMN mulai memasang strategi ‘cuci tangan’ atas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait holding BUMN sektor energi yang disinyalir mengangkangi beberapa peraturan perundang-undangan. Pasalnya, Menteri Rini Soemarno berniat akan mencaplok PGN ke dalam tubuh Pertamina dengan alasan holding BUMN energi.
Deputi Bidang Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah berkelit saat ditanya indikasi pelanggaran tersebut. Menurutnya jika ada terjadi kekeliruan maka hal itu merupakan bagian dari kecerobohan dan kesalahan sekretaris negara.
“Di sekretariat negara (Setneg) ya, tanya sama ahlinya di setneg yang paham. Saya ikut ahli hukum yang sana. Ini (holding) bisa dilakukan tanpa proses persetujuan DPR,” kata Edwin saat ditemui di gedung DPR Senayan Jakarta, Senin (20/6).
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi VI DPR, Azam Azman Natawijaya telah menyampaikan bahwa tindakan Menteri BUMN, Rini Soemarno akan menabrak perundang-undangan.
“Jadi kalau PP nya keluar, maka akan melangkahi DPR, apalagi ada putusan MK no 62 tahun 2013 bahwa keuangan BUMN itu merupakan keuangan negara,” katanya
Lebih lanjut dia menjelaskan dalam UU No 1 tahun 2004 menyatakan perubahan, penjualan dan pemindahan, aset negara yang bernilai lebih dari Rp100 miliar harus izin DPR, sedangkan diketahui holding BUMN jauh melampaui nilai tersebut.
Tidak hanya itu, dia mengaku Komisi VI Juga telah meminta pendapat pakar dan hasilnya juga menyatakan hawa kebijakan holding harus berdasarkan izin lembaga di Senayan tersebut.
“Kemarin kita sudah bicara juga dengan Ichsanudin Noorsy. Nah pandangan beliau itu sama juga dengan kita. Bahwa ada transaksi material yang bernilai di atas Rp100 miliar harus izin DPR,” tukasnya.
Dia menegaskan jika tidak ada izin DPR, berarti Menteri Rini menghindar dari UU No1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara. Konsekuensinya adalah kebijakan itu akan dipermasalahkan pihaknya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka