Warga Muhammadiyah bentuk komando kawal Al-Maidah. (ilustrasi/aktual.com)
Warga Muhammadiyah bentuk komando kawal Al-Maidah. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Indonesia mempunyai sejarah kelam terkait Partai Komunis Indonesia pada peristiwa 1965 atau lebih dikenal sebagai peristiwa Gerakan 30 September PKI. Paska penculikan 7 Jenderal, Mayjen Soeharto langsung mengambil tindakan membersihkan Partai Komunis Indonesia dan afiliasinya yang ada di Indonesia.

Bersama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang kini berubah menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan ormas Islam, Soeharto melakukan pembersihan besar-besaran terhadap jaringan PKI yang ada indonesia.

Demikian disampaikan Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo), Bastian P Simanjuntak, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/11).

Kata dia, kebencian dan dendam masyarakat terhadap komunis dengan afiliasinya sangat beralasan. Sebab sebelumnya kelompok-kelompok yang beraliran komunis gemar mengadu-domba rakyat. Komunis beberapa kali melakukan pemberontakan, seperti di Madiun tahun 1948 dengan melakukan penculikan, pembunuhan tokoh-tokoh yang dianggap musuh.

Upaya adu-domba juga dilakukan, yakni dengan mengadu-domba antara rakyat dengan rakyat dan antar kesatuan-kesatuan TNI. Pada tahun 1965 PKI juga melakukan pemberontakan dengan penculikan 7 Jenderal yang dipimpin oleh letkol Untung.

Menjelang dan sesudah Pilpres 2014, lanjut Bastian, sempat beredar informasi di sosial media terkait dengan kebangkitan gerakan komunis di Indonesia. Hal itu ditandai dengan pertemuan-pertemuan bekas anggota dan keturunan PKI dengan beberapa politisi dari PDIP.

Hal itu diperkuat dengan beredarnya logo palu arit di masyarakat, desakan agar negara meminta maaf kepada PKI, berikut pertemuan antar partai di Indonesia dengan Partai Komunis Cina. Adapun parpol Indonesia yang telah bertemu dengan PKC diantaranya PDIP, Nasdem dan terakhir Partai Golkar.

Pertemuan parpol Indonesia dengan Partai Komunis China itu menimbulkan kecurigaan di benak masyarakat. Bahwa jaringan Komunis benar-benar ada dan akan bangkit di bawah pemerintahan Jokowi.

“Masyarakat mencurigai pertemuan-pertemuan tersebut tentunya membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik, ada langkah-langkah strategis dan taktis yang dibahas antara parpol-parpol Indonesia dengan PKC,” ucapnya.

Kecurigaan masyarakat berlanjut setelah kebijakan-kebijakan pemerintah Jokowi terkesan sangat berpihak kepada negara China. Keberpihakan ditandai dengan keleluasaan terhadap negara China dalam hal kerja sama bilateral menyangkut ekonomi dengan kontrak-kontrak kerjasama yang dianggap sangat menguntungkan negara Cina.

Dicontohkan bagaimana pembangunan infrastruktur di Indonesia yang pembiayaannya dari pinjaman China sebesar ratusan triliun dengan jaminan 3 Bank BUMN terbaik yakni BNI, BRI dan Mandiri. Indonesia mendapatkan bunga yang cukup tinggi itu sebesar 2,5% per tahun. Besaran itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bunga yang diberikan oleh Jepang maupun Korea.

“Dibalik perjanjian itu ada kesepakatan proyek-proyek infrastruktur yang akan dijalankan oleh Cina di Indonesia dengan persyaratan kontraktor dari China dan affiliasinya, pekerjanya dari China, material dari Cina,” urai Bastian.

Ditambahkan, baru-baru ini ada pertemuan antara PWI dengan Persatuan Wartawan Tiongkok (All China Journalist Association/ACJA), media massa, serta pemerintah khususnya Kementerian Luar Negeri China.

Menurut Ketua Bidang Luar Negeri PWI Teguh Santosa yang menjadi pimpinan delegasi, dalam pertemuan-pertemuan itu dibicarakan beberapa persoalan terkait hubungan Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (RRC). Baik hubungan dagang, proyek infrastruktur, tenaga kerja China, serta kasus perairan Kepulauan Natuna keamanan kawasan.

Dalam pertemuan tersebut Rombongan PWI diterima Direktur ASEAN Kemlu Republik Rakyat China (RRC) Shen Minjuan, dalam pertemuan di Kemlu RRC di Beijing, Jumat (25/11). Shen Minjuan menyatakan, Tiongkok tidak akan ikut campur urusan politik dalam negeri Indonesia, Cina tidak akan melakukan pemaksaan ideologi komunis ke Indonesia.

“Ada kekhawatiran yang luar biasa yang dirasakan oleh pemerintah maupun oleh kelompok-kelompok yang beraffiliasi dengan Partai Komunis China menjelang aksi 212. Oleh sebab itu pemerintah berkali-kali mencoba melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap aksi 212 dengan cara-cara diluar kebiasaan,” bebernya.

Safari politik Jokowi dengan mendatangi Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan ormas-ormas Islam, kata Bastian, termasuk dengan mengunjungi Markas TNI secara tidak langsung sebagai gertakan terhadap upaya pencegahan dimaksud.

Langkah lanjutan pemerintah dipertegas dengan menyokong Setya Novanto sebagai Ketua DPR RI. Lalu aksi 212 bagian dari makar sebagaimana disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian serta maklumat larangan demo dan menyebarkannya lewat Helicopter.

Tidak cukup sampai disitu, polisi melarang trayek bus yang mengangkut demonstran dari daerah. Menatiknya lagi yaitu kedatangan James Riyadi dalam acaran rakernas PBNU, ada parade kebhinekaan dari kubu yang ditenggarai pro Jokowi-Ahok.

“Mungkin kekhawatiran mereka adalah kerentanan aksi demonstransi 212 yang awalnya menuntut ahok segera dipenjara tiba-tiba bergeser menjadi aksi basmi Komunis di Indonesia,” demikian Bastian.

Soemitro

Artikel ini ditulis oleh: