Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Agung belum menetapkan mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai tersangka, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 16 mobil listrik senilai Rp32 miliar.
Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku masih melakukan pendalaman dalam menyelesaikan kasus ini.
“Kita lihat dulu seperti apa, jangan terburu-buru, saya tidak mau bekerja teruru-buru, yang penting hasilnya maksimal,” kata HM Prasetyo, di Jakarta, Jumat (20/11).
“Nantilah, kan ada tahapan-tahapannya. Yang pasti sekarang ini, Dasep sudah disidangkan perkaranya, nanti penyidiknya banyak lagi yang dikerjakan,” tambahnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Victor Antonius S Sidabutar saat membacakan surat dakwaan Dasep Ahmadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (3/11), menyebutkan, terdakwa Dasep baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama saksi Dahlan Iskan Menteri BUMN yang ditunjuk sebagai Wakil Penanggung Jawab bidang Pelaksanaan KTT APEC 2013, yang perkaranya diajukan secara terpisah, melakukan perbuatan melawan hukum sekitar bulan Juli 2012 hingga Oktober 2013.
“Baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan saksi Dahlsn Iskan, telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata Victor.
Victor menguraikan, bulan Juli 2012, dibentuk Panitia Nasional Penyelenggaraan KTT APEC 2013 di Bali berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2012, yang menunjuk Dahlan sebagai Wakil Penanggung Jawab Bidang Pelaksana KTT APEC.
“Untuk semua pembiayaan kegiatan tersebut dibebankan pada anggaran belaja APBN Tahun 2013 kementrian atau lembaga atau instansi pemerintah terkait,” tuturnya.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan presiden tersebut, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menggelar rapat Panitia APEC 2013. Dalam rapat itu, Dahlan mengusulkan pengadaan mobil listrik untuk KTT APEC 2013.
Setelah rapat itu, Dahlan menggelar rapat dengan pejabat eselon I dan II di Kementerian BUMN yang dipimpinnya untuk mempersiapkan penyediaan sarana angkutan transportasi peserta APEC 2013, berupa electric bus dan VIP Van hasil karya anak bangsa.
Sekitar Januari 2013, Dahlan memerintahkan Kabid Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN, Agus Suherman, dan Deputi Restrukturisasi Kementerian BUMN, Fadjar Judisiawan, untuk melakukan penjajakan partisipasi BRI dan PGN dalam pengadaan mobil listrik itu.
Kemudian, Dahlan memperkenalkan Dasep kepada Agus, bahwa Dasep sebagai salah satu Kelompok Pandawa Putra Petir binaannya yang mampu membuat mobil listrik dan akan melaksanakan pembuatan mobil tersebut.
Setelah itu, Agus meminta BRI dan PGN sebagai penyandang dana pembuatan prototype mobil listrik untuk APEC 2013 itu yang akan dikerjakan Dasep. Dasep mengajukan dana sejumlah Rp 10.767.735 untuk membuat 4 bus listrik dan 1 mobil eksekutif ke PGN dan BRI yang kemudian disetujui Rp 10.675.000.000.
Lalu, 26 April 2013 diteken perjanjian untuk membuat satu unit elektric bus dengan panel sonar dan 3 tanpa panel surya, serta 1 unit eksekutive elektric car tanpa panel surya. Di sisi lain, Dahlan meminta Pertamina ikut andil dalam pengadaan ini, sehingga Dasep mengajukana surat penawaran ke Pertamina Mitra Sejati.
Dahlan memesan 16 mobil listrik kepada Dasep. Rinciannya, BRI sebanyak 5 unit, PGN 5 unit, dan pertamina 6 unit dengan penawaran Rp 13.268.805.000 untuk 6 mobil listrik yang akhirnya disetujui menjadi Rp 12.595.000.000
Namun, Dasep tidak memiliki kemampuan membuat mobil listrik, dan mobil-mobil tersebut bukan buatannya, tetapi hasil modifikasi. Untuk bodi bus, merupakan buatan PT Aska Bogor dan PT Delima Bogor. Untuk chasis, Dasep membelinya dengan merek Hino.
“Sedangkan untuk mobil eksekutiv listrik, terdakwa membeli Toyota Alphard tahun 2005, harganya sekitar Rp 300 juta. Kemudian dimodifikasi oleh PT Rekayasa Mesin Utama, Bogor. Transmisi dimodifikasi oleh terdakwa sendiri di Pasar Minggu,” ucap Victor.
Selain itu, terdakwa tidak mempunyai sertifikat kehalian dalam pembuatan mobil listrik, belum mempunyai hak cipta, paten atau merek pembuatan mobil listrik, serta belum pernah membuat mobil listrik, sehingga melanggar Permen BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, yakni Pasal 2 ayat (1) huruf c.
Singkat kata, pengadaan itu tidak sesuai aturan dan mobil tidak sesuai spesifikasi, sehingga perbuatan tersebut merugikan keuangan negara sejumlah Rp 28.993.818.181. Karena itu, dalam dakwaan primernya, jaksa mendakwa Dasep melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, dalam dakwaan subsidernya, jaksa mendakwa Dasep melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Artikel ini ditulis oleh: