Deretan rumah semi permanen di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta, Rabu (23/11/2016). Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 13,5 juta penduduk Indonesia yang hidup miskin di lingkungan kumuh. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – CORE Indonesia melihat indikator pendapatan kelas bawah dan program penanggulangan kemiskinan yang belum teratasi menjadi masalah baru yang harus diselesaikan oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK).

Menurut Direktur CORE Indonesia, Muhammad Faisal, sejak Januari 2015 sampai Nobember 2016 ini, dari pendapatan di sektor pertanian yang menyerap 32 persen tenaga kerja cenderung menurun.

“Awalnya kita berharap ada perbaikan di tahun ini. Sekalipun ada kemajuan tapi di sektor pertanian belum baik. Nilai tukar petani (NTP) juga menurun. Ini mengkhawatirkan,” tutur dia di acara Refleksi Ekonomi 2016, Menakar Perbaikan Kinerja Ekonomi Tahun Kedua Pemerintahan Jokowi, di Jakarta, Selasa (20/12).

Menurut dia, dengan penurunan NTP ini tentunya harus menjadi perhatian pemerintah. Padahal pendapatan ini mencerminkan pendapatan netto petani.

“Ini terjadi akibat turunnya harga produksi maupun karena naiknya pengeluaran baik biaya konsumsi maupun biaya input produksi,” jelas Faisal.

Sementara itu, kata dia, pendapatan penduduk di sektor industri manufaktur yang menyerap 13 persen tenaga kerja, meski secara nominal tumbuh justru secara riil stagnan.

Hal itu berakibat terjadinya penurunan daya beli masyarakat. Sementara laju inflasi juga relatif masih tinggi.

“Karena daya beli ini bisa meningkat jika inflasi relatif rendah dan pendapatan nominal kelas bawah terus membaik,” tandas Faisal.

Dengan kondisi tersebut mengharuskan pemerintah untuk memiliki anggaran yang kuat untuk bisa mengggenjot daya beli sekaligus mengurangi laju kemiskinan.

Selama ini, kata dia, memang anggaran khusus untuk meningkat pesat dari Rp80 triliun pada tahun 2009 menjadi R214 triliun pada 2016, dengan akumulasi mencapai Rp1.004 triliun.

Tapi sayangnya, kata dia, indeks kedalaman kemiskinan dan keparahan kemiskinan malah meningkat.

“Pada Maret 2016 sebesar 1,94 atau meningkat dari bulan September 2015 yang mencapai 1,84. Sedang untuk indeks keparahan kemiskinan dari 0,51 di September 2015 menjadi 0,52 pada Maret 2016,” papar dia.

Dengan kondisi terebut, CORE menyebut program penanggulangan kemiskinan sangat tidak efektif.

“Hal ini sama yang disebutkan dalam temuan BPK tahun 2015, bahwa program penanggulangan kemiskinan selama ini tidak efektif. Karena dibutuhkan Rp223 juta untuk mengurangi satu penduduk miskin dari saat ini yang berjumlah 28 juta penduduk;” pungkasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan