Jakarta, Aktual.com — Tim dari Badan Pemeriksaan Keuangan tengah menyoroti proses pembelian tanah dan bukan NJOP. BPK juga menyoroti penunjukan lokasi tanah yang dianggap tidak sesuai dengan ketentuan. Berdasarkan laporan BPK, lokasi yang ditentukan untuk RS Sumber Waras itu tidak lulus studi kelayakan dan uji teknis.
Tanah itu diduga terikat perjanjian jual beli dengan pihak lain. Meski rencana pembelian telah dimulai sejak era gubernur sebelumnya, namun pembeliannya terjadi tahun 2014. Hal tersebut diduga terindikasi adanya tindak pidana korupsi.
Penegak hukum dalam hal ini, Polri, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk proaktif untuk mengusut dugaan korupsi dalam kasus pembelian tanah seluas 3,6 hektar atau senilai Rp 775,69 miliar oleh Pemerintah Provinsi DKI yang terletak di belakang Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat itu.
“Kasus ini harus diusut tuntas, karena laporan keuangan BPK menilai mekanisme pembelian tanah tersebut di luar prosedur,” kata juru bicara Garuda Institute Roso Daras di Jakarta, Rabu (15/7).
Menurut dia, ada beberapa pokok masalah yang tidak terungkap dalam pembelian tanah ini diantarnya menyangkut kondisi tanah yang tidak siap bangun. Karena di atasnya terdapat sejumlah bangunan milik RS Sumber Waras yang masih difungsikan. Apalagi, tanah tersebut juga dikenal sebagai daerah langganan banjir.
Belum lagi, sambung dia, masalah harga senilai Rp 20,75 juta permeter yang diakui sebagai harga NJOP, seharusnya tidak seluruh lahan bisa dikenakan harga Rp 20,75 juta permeter. Karena, harga tersebut adalah NJOP bagian depan areal RS.
“Sedangkan bagian belakang areal RS yang berbatasan dengan Jalan Tomang Raya hanya Rp 7,44juta. Hal ini karena kondisi di belakang tidak strategis dan sulit diakses,” kata dia.
Disamping itu, Roso menilai langkah pembelian tanah itu dilakukan menjelang masa berlaku HGB nya berakhir tiga tahun lagi. Sebab, secara hukum tanah sertifikat HGB yang habis masa berlakunya sesuai Pasal 36 ayat (1) PP Nomor 40 Tahun 1996, maka tanah tersebut menjadi milik negara. “Sertifikat HGB No.2878 Per Mei 1998 dengan masa berlaku 20 tahun, alias habis Mei 2018.”
Sebelumnya, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sempat memberikan tangkisan terhadap audit BPK. Menurut dia, pendapat BPK yang menyatakan harus menggunakan apraisal dinilai terlalu proseduran. Padahal, biaya apraisal bisa menyebabkan keluarnya anggaran lebih mahal dari pihak Pemprov DKI.
“Sekarang pertanyaan saya sederhana saja, bagaimana saya musti beli tanah di Sumber Waras kalau pakai prosedural berarti pakai apraisal dan lebih mahal. Padahal pakai NJOP lebih mahal, harusnya ditanyakan dong kepada Dinas Pajak, pernah enggak Pemprov DKI menentukan NJOP sesuai harga pasar? Enggak pernah,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu