Jakarta, Aktual.com – Peneliti ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf R Manilet mengatakan otoritas terkait terus melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) untuk menahan laju pelemahan rupiah imbas konflik Iran dan Israel yang memanas.
“Pilihan dari otoritas terkait, pertama melakukan intervensi di sisi nilai tukar agar tidak terdepresiasi lebih dalam,” kata Yusuf di Jakarta, Jumat (19/4).
Ia menuturkan intervensi di pasar valas atau menggunakan berbagai instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), atau kebijakan suku bunga merupakan beberapa kombinasi kebijakan yang bisa dilakukan Bank Indonesia untuk memastikan nilai tukar rupiah tidak terdepresiasi lebih dalam.
Sementara itu dari sisi pemerintah atau fiskal bisa melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) ataupun subsidi BBM jika konflik tersebut mendorong kenaikan harga minyak terutama naik jauh dibandingkan asumsi harga minyak pada asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini.
Konflik Iran dan Israel yang memanas dapat menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah karena para pelaku pasar dan investor cenderung mengalihkan aset mereka ke safe haven atau aset lindung nilai seperti dolar AS dan emas.
Pada awal perdagangan Jumat pagi (19/4), rupiah dibuka turun 84 poin atau 0,52 persen menjadi Rp16.263 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.179 per dolar AS.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) melakukan sejumlah langkah penting untuk menjaga kestabilan rupiah seusai libur Lebaran serta di tengah memanasnya konflik di Timur Tengah dan dinamika perkembangan perekonomian Amerika Serikat (AS).
“Selama libur Lebaran, pasar non delivareble forward (NDF) IDR di offshore juga sudah tembus di atas Rp16.000 atau sudah di sekitar Rp16.100, sehingga rupiah dibuka di sekitar angka tersebut,” kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) BI Edi Susianto kepada ANTARA di Jakarta, Selasa (16/4).
Langkah-langkah yang dilakukan BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, yakni dengan menjaga keseimbangan supply-demand valuta asing (valas) di pasar melalui triple intervention khususnya di spot dan domestic non-deliverable forward (DNDF).
BI juga meningkatkan daya tarik aset rupiah untuk mendorong aliran modal masuk asing (capital inflow), seperti melalui daya tarik Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan hedging cost.
Kemudian, BI akan melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemangku kepentingan terkait, seperti pemerintah, Pertamina dan lainnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra