Dari hasil survei yang dilakukan RISED diketahui bahwa jarak tempuh rata-rata konsumen adalah 8,8 km/hari.
Dengan jarak tempuh sejauh itu, apabila terjadi kenaikan tarif dari Rp 2.200/km menjadi Rp 3.100/km (atau sebesar Rp 900/km), maka pengeluaran konsumen akan bertambah sebesar Rp 7.920/hari.
“Bertambahnya pengeluaran sebesar itu akan ditolak oleh kelompok konsumen yang tidak mau mengeluarkan biaya tambahan sama sekali, dan yang hanya ingin mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000/hari. Total persentasenya mencapai 71,12 persen,” jelasnya.
Pembicara lainnya, mantan Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Zumrotin K Susilo menjelaskan tarif memang selalu menjadi pertimbangan penting konsumen dalam menggunakan layanan atau produk.
Hal itu, menurut Zumrotin, dapat terlihat dari hasil survei yang dilakukan RISED bahwa 64 persen responden mengaku menggunakan aplikasi dari dua perusahaan aplikasi ojek daring.
“Persentase ini menunjukkan layanan ojol amat sensitif dengan harga yang ditawarkan,” kata Zumrotin.
Zumrotin mengingatkan bahwa jika tarif ojol naik drastis, maka ada kemungkinan konsumen akan kembali beralih ke kendaraan pribadi di jalanan akan semakin tinggi.
Sementara itu, Ekonom UI Fithra Faisal mengingatkan bahwa peningkatan harga akan berdampak terutama kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang sebagian kerap menjadi pengguna moda ojek daring.
Artikel ini ditulis oleh: