Jakarta, Aktual.com – Kebijakan pemerintah Indonesia yang mendorong PT Pertamina (Persero) melakukan kontrak impor gas dari ExxonMobile pada saat kunjungan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Michael Richard Pence, merupakan tindakan yang tidak tepat sama sekali.
Peneliti Enkonomi Energi UGM yang juga mantan Tim Tatakelola Migas, Fahmy Radhi mengatakan tindakan itu tanpa dilakukan assessment yang benar.
“Di tengah melimpahnya gas di hulu, keputusan impor gas dari Exxon sangat tidak tepat. Assessment itu dibuat hanya untuk justifikasi keputusan Indonesia untuk impor LNG dari Exxon dalam jumlah besar dengan kontrak jangka panjang,” katanya kepada Aktual.com di Jakarta, Senin (24/4)
“Keputusan itu untuk memenuhi tekanan dan desakan masif Wapres AS. Indikasinya, keputusan itu diteken bersamaan dengan kunjungan Pence ke Indonesia,” ujarnya.
Dia mensinyalir pembelian LNG itu akan diambil dari hasil eksploitasi Exxon dari blok migas yang ada di perairan laut Natuna Indonesia.
“Saya perkirakan impor LNG itu akan diambilkan dari hasil eksplorasi dari lahan gas Natuna, yang saat ini dikuasai oleh Exxon. Kalau benar, sungguh amat ironis bagi Indonesia impor LNG, yang gasnya diperoleh dari lahan gas dalam negeri milik Indonesia sendiri,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, kedatangan Wapres Pence telah terjadi kesepakatan impor LNG antara ExxonMobil dengan PT Pertamina (Persero). Penandatanganan kontrak disaksikan langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dan Mike Pence.
Pertamina bakal mengimpor gas dari ExxonMobil sebanyak 1 juta ton tiap tahun mulai dari 2025 sampai 2045.
Laporan Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh: