Jakarta, Aktual.com – Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri, Jawa Timur, mengungkapkan realisasi penerimaan dari berbagai barang yang terkena cukai selama 2017 mencapai Rp16,97 triliun.
“Pada 2017 penerimaannya sudah mencapai 100,44 persen, dari target Rp16,90 triliun hingga realisasinya lebih dari Rp16,97 triliun. Penerimaan ini yang terbesar ditopang dari cukai hasil tembakau,” kata Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Cukai Kediri Suryana di Kediri, Sabtu (3/2).
Ia mengatakan, penerimaan itu juga hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun, selalu ada kenaikan. Pada 2016, terealisasi sebesar Rp16,57 triliun atau 100,47 persen. Sedangkan, pada 2015 dari target Rp16,27 triliun terealisasi Rp16,64 triliun.
Sebenarnya, kata dia, penerimaan bea cukai tidak hanya dari hasil tembakau, tapi juga lainnya misalnya dari minuman yang mengandung etil alkohol. Semua produk tersebut harus ada pita cukai, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga resmi atau legal.
“Ini juga sesuai dengan misi bea cukai, karena kami membantu memfasilitasi perdagangan dan industri menjaga masyarakat dari perdagangan ilegal,” katanya.
Pihaknya belum mengetahui target pada 2018, sebab saat ini masih menunggu kiriman kepastian dari pusat. Namun, diperkirakan target tersebut tidak terlalu jauh dari target 2017 yang sekitar Rp16,90 triliun. Target ini juga disesuaikan dengan potensi di daerah.
Di wilayah Bea Cukai Kediri, yaitu Kabupaten/Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, serta Jombang, ada 29 pabrik rokok. Mayoritas pabrik rokok ada di Nganjuk. Salah satu dari pabrik rokok yang cukup besar adalah PT Gudang Garam, Tbk, Kediri.
Selain terdapat pabrik rokok, juga ada pengguna jasa bea cukai lainnya yaitu ada belasan penjual eceran minuman keras, penjual minuman etil alkohol, penyalur minuman keras, importir BKC, pabrik alkohol, kawaasan berikat, hingga gudang berikat.
Sementara itu, selama tiga tahun terakhir hasil tangkapan di Bea Cukai Kediri, juga selalu bertambah. Pada 2015 hanya ada 24 tangkapan dengan potensi kerugian negara sekitar Rp226 juta, pada 2016 naik menjadi 45 tangkapan dengan potensi kerugian negara Rp195 juta, dan pada 2017 naik menjadi 82 tangkapan dengan potensi kerugian negara hingga lebih dari Rp256 juta.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka