Jakarta, Aktual.com – Pemerintah berencana untuk melakukan pemangkasan kembali anggaran dalam APBN Perubahan 2016 sebanyak Rp133,8 triliun. Dan sebanyak Rp65 triliun pemangkasan terhadap kementerian/lembaga (K/L).
Langkah ini, dimaksudkan agar defisit anggaran tidak kian melebar, sehingga bisa tetap berada di posisi 2,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, upaya pemerintah dengan memangkas anggaran di APBNP 2016 ini, sejalan dengan penerimaan negara yang tak sesuai harapan sebelumnya. Apalagi memang, potensi shortfall pajak atau kekurangan penerimaan pajak mencapai Rp219 triliun.
“Penerimaan negara tidak sekuat yang dianggarkan, maka ada shortfall sebanyak Rp219 triliun. Ini akan diusahakan dalam APBNP yang direvisi lagi,” ujar Agus Marto, di kompleks BI, Jakarta, Jumat (5/8).
Untuk itu, pihak bank sentral menyambut baik rencana pemerintah ini. Sehingga defisit anggaranya tidak melebihi 2,5% dari PDB.
Langkah ini juga, kata dia, sebagai upaya untuk menjaga fiskal yang sehat. Itu sebuah respon dan langkah antisipasi pemerintah, terkait dengan masih adanya ketidakpastian dari kondisi global.
“Ini upaya untuk jaga fiskal yang sehat. Kondisi saat membahas APBN-P waktu itu kan belum ada pengumuman Brexit (Britain Exit) dan pengumuman penurunan pertumbuhan ekonomi dunia,” papar Agus.
Berdasarkan pengumuman yang dilakukan oleh Bank of England atau Bank Sentral Inggris menyebutkan, bahwa pertumbuhan ekonomi Inggris pada 2017 dikoreksi menjadi 0,8% dari sebelumnya 2,3%. Kondisi ini tentu dikhawatirkan akan berdampak pada negara-negara lainnya.
“Kami duga kalau ada Brexit nanti berdampak ke pertumbuhan ekonomi, tentu dampak jangka menengahnya akan mulai terlihat. Tapi kalau Indonesia sesuaikan anggaran kami anggap itu baik,” tegas mantan Menteri Keuangan ini.
Di tempat terpisah, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menegaskan, dalam APBNP 2017 anggaran K/L itu akan dihemat Rp65 triliun.
“Angka itu masih kecil dibanding belanja K/L yang mencapai Rp767 triliun,” ujar dia.
Yang akan direvisi adalah, kata Ani – sapaan akrabnya, belanja K/L yang tidak prioritas dan tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi. “Seperti anggaran perjalanan dinas, anggaran operasional, atau bahkan pembangunan gedung yang tak urgent,” ungkap Menkeu. (Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka