Petugas memeriksa tumpukan uang di Cash Center Bank Mandiri, Jakarta, Jumat (29/7). Bank Indonesia mencatat dana asing yang masuk ke dalam negeri atau "capital inflow" hingga 25 Juli 2016 telah mencapai Rp128 triliun sebagai respons atas pemberlakuan program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/kye/16.

Jakarta, Aktual.com – Meskipun program pengampunan pajak (tax amnesty) telah dijalankan, namun pencapaian target pajak di tahun ini dipastikan tak akan sesuai harapan.Namun pemerintah pun sudah memastikan akan ada shortfall pajak sekitar Rp219 triliun.

Akan tetapi dengan kondisi seperti ini akan banyak kebijakan pemangkasan anggaran, antara lain terhadap dana alokasi umum (DAU) sebanyak Rp19,4 triliun terhadap 169 pemda.

“Kondisi pengelolaan anggaran (Presiden) Jokowi ini mengerikan. Dampak dari pajak yang tak tercapai itu akan ada defisit anggaran yang makin lebar dan pemangkasan anggaran daerah dan pusat. Tapi yang di daerah dampaknya akan lebih besar,” ucap Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Arief Poyuono di Jakarta, Selasa (13/9).

Menurut dia, dengan pemangkasan DAU itu akan berpengaruh terhadap perekonomian daerah, bahkan nasional. Sebab sudah pasti belanja daerah akan turun. Sehingga sektor usaha yang di daerah akan mengalami penurunan.

“Dan dampak yang paling ngeri adalah terjadinya ledakan pengangguran, sehingga sudah pasti akan ada PHK besar-besaran terutama dari sektor UKM,” paparnya.

Apalagi memang, lanjut Arief, di tahun depan juga bakal ada angkatan kerja baru hingga menvapai 2 juta orang. Jika kondisi tersebut tak akan berubah sudah pasti mereka tak akan terserap.

Kondisi selanjutnya, sebut dia, dengan penerimaan dari sektor perpajakan yang defisit hingga akhir 2016 ini, maka di tahun 2017 nanti sudah pasti akan banyak menciptakan mangkraknya proyek-proyek pemerintah dan proyek pemerintah daerah.

“Sebab, pemerintah tak mampu bayar supplier dan kontraktor yang menjadi rekanan pemerintah. Kondisi ini pun bakal berdampak pada kredit macet perbankan yang meningkat,” cetus Arief.

Kondisi selanjutnya, juga akan banyak sektor industri yang produknya dibeli oleh supplier dan kontraktor tersebut terpaksa tak akan terbayar. Seperti alat kesehatan, ATK, alat transportasi, alat peraga pendidikan, alat alat berat, bahan bangunan, dan banyak lagi.

“Itu semua konsekuensi dari pemerintah Joko Widodo yang mengalami kegagalan dalam pengelolaan keuangan negara,” jelasnya.

Sementara, kata dia, kondisi global semakin tak berpihak. Apalag bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed yang akan menaikkan suku bunganya telah berdampak terhadap capital flight dari Indonesia ke AS. Apalagi ekonomi China juga belum juga pulih sebagai pasar besar dari komoditas nasional.

“Jadi, Jokowi yang sebetulnya punya ambisi dan cita-cita tinggi untuk membangun ekonomi dengan gaya manajemen marketing, justru akan berpotensi terciptanya krisis ekonomi nasional yang makin dalam,” tandas Arief.

Menurutnya, dalam APBNP 2016 ini, target perpajakan yang mencapai Rp1.539,17 triliun dan tax amnesty sebanyak Rp165 triliun tak akan tercapai. Apalagi realisasi penerimaan perpajakan sepanjang paruh pertama 2016 baru terealisasi 34 persen atau sebesar Rp522 triliun.

“Angka tersebut turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mencapai Rp535 triliun. Sehingga yang akan terjadi, pemerintahan hanya akan melakukan pemalakan terhadap pelakuUMKM,” ujarnya.

Dan pencapaian tax amnesty sendiri, hingga Senin (12/9) sore, uang tebusan sendiri baru mencapai Rp8,93 triliun dari target sebanyak Rp165 triliun. Sedang dana repatriasi baru terkumpul Rp18,8 triliun atau baru 5 persen dari total komposisi harta yang mencapai Rp388 triliun. Lebih banyak didominasi oleh dana deklarasi dalam negeri mencapai Rp282 triliun (73%), dan deklarasi luar negeri sebesar Rp87,9 triliun (23%).(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid