Jakarta, Aktual.com — Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan potensi kekurangan penerimaan pajak hingga akhir 2015 mencapai Rp130-140 triliun, namun defisit anggaran diyakini dapat ditekan di bawah 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto.
Perkiraan terbaru mengenai potensi kekurangan penerimaan pajak dari target Rp1.294 triliun itu diungkapkan Bambang dalam rapat Badan Anggaran DPR yang mengagendakan penetapan postur sementara RUU APBN 2016 di Jakarta, Kamis.
Seusai rapat, Bambang mengatakan meskipun perkiraan kekurangan penerimaan naik, imbasnya terhadap belanja masih terkendali. Begitu juga dengan dosisnya terhadap kekurangan penerimaan negara.
“Masih segitu, tapi defisit masih terkendali,” ujarnya, tanpa merinci alasan naikknya potensi kekurangan penerimaan pajak itu.
Dengan realisasi penerimaan pajak hingga akhir September 2015 yang tercatat Rp686,2 triliun atau 53,02 persen dari target, Bambang meyakini defisit anggaran akan di bawah 2,5 persen, atau masih dalam rentang yang cukup jauh dari batas Undang-Undang sebesar tiga persen dari PDB.
“Defisit APBN dijaga 2,5 persen lah. Di bawah 2,5 persen,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan memperkirakan potensi kekurangan penerimaan pajak di kisaran Rp120 triliun. Bahkan, dalam rapat dengan Komisi XI DPR (8/10), Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu mengeluarkan estimasi kekurangan penerimaan pajak yang lebih rendah yakni sebesar Rp112,5 triliun atau 8,7 persen dari target.
Dirjen Pajak Sigit Pramudito pada Kamis (8/10) itu mengatakan sulitnya mencapai target pajak karena penguatan kelembagaan yang banyak tertunda, dan beberapa kebijakan optimalisasi pajak yang dibatalkan.
Misalnya, pendirian sejumlah kantor wilayah DJP, yang meleset dari rencana di JUli 2015, mengurangi potensi penerimaan pajak.
Di sisi kebijakan, batalnya pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan jasa jalan tol, dan penyerahan bukti potong pajak atas bunga deposito, ujar Sigit, juga menganggu penerimaan pajak.
Sigit mengestimasi jika tidak ada penudnaan terhadap semua kebijakan Diten Pajak, seperti PPN jasa tol, pajak bukti potong bunag deposito, penerimaan pajak bisa saja bertambah sekitar Rp152 triliun.
“Ketika APBN-P 2015 terlambat disahkan, Semua kebijakan saya juga terlambat semua,” ujarnya.
Atas dasar itu pula, Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun meminta pemerintah untuk memaparkan secara faktual dan menyeluruh mengenai kendala penerimaan pajak sepanjang 2015.
“Dalam Komisi XI ini adalah forum politik, silakan Dirjen Pajak sampaikan masalahnya, biar tahu seharusnya berapa target yang realistis, atau malah harus turun,” ujar Misbakhun.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan