Jakarta, Aktual.co — Politisi  Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani, menilai bahwa kesepakatan Komisi II untuk mengusulkan kepada KPU agar menggunakan putusan pengadilan terakhir untuk mengakomodasi kepengurusan tingkat pusat parpol bersengketa sebagai pengurus yang berhak menetapkan calon kepala daerah dalam pilkada, berpotensi menabrak ketentuan UU.
Menurutnya, usulan itu tidak memperhatikan ketentuan Pasal 115 UU PTUN yang secara tegas menetapkan bahwa hanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan.
Bahkan, usulan tersebut bisa menabrak Pasal 19 UU Administrasi Pemerintahan yang meletakkan prinsip bahwa keputusan pejabat TUN atau administratur pemerintahan baru bisa dianggap tidak sah setelah adanya putusan yang berkekuatan tetap.
“Nah, kalau putusan pengadilan terakhir tapi belum berkekuatan tetap kemudian dipedomani untuk pengurus parpol yang berhak ajukan calon dalam pilkada, maka KPU dapat dianggap melanggar hukum atau UU”, ujar Arsul di Jakarta, Sabtu (25/4).
Kemudian, dalam kasus PPP, putusan PTUN Jakarta membubuhkan catatan bahwa putusan ini belum mempunyai kekuatan hukum karena Tergugat (Menkumham) dan Tergugat Intervensi (Romahurmuziy, cs) mengajukan banding.
“Karena itu menjadi menabrak hukum dan catatan PTUN kalau KPU mengakomodasikannya dalam PKPU yang akan diterbitkan,”
“Jika usulan itu dipaksakan dalam PKPU pasti akan mendatangkan uji materi (judicial review) ke MA, dan jika kemudian dikabulkan malah akan merepotkan KPU,” tambahnya.
KPU disarankan menggunakan PKPU sesuai denga draft awal yang disusun oleh KPU sendiri.
“Rapat-rapat dengan Komisi II DPR itu sifatnya konsultasi, sehingga usulan itu hanya masukan yang tidak mengikat,” ujar dia.

Artikel ini ditulis oleh: