Jakarta, Aktual.com — Wakil Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi terindikasi ikut terlibat dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana Bantuan Sosial, Bantuan Dana Bawahan (BDB) milik Pemerintah Provinsi Sumut tahun anggaran 2011-2013.
Indikasi tersebut dilontarkan Kuasa hukum Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Razman Arief Nasution, di gedung KPK, Selasa (11/8).
Razman menjelaskan, ketika dana Bansos dan BDB cair, Tengku tengah menjabat sebagai Bupati Serdang Bedagai. Dia menjabat sebagai Bupati selama dua periode, sejak 2005 sampai 2013.
“Dia (Tengku) terima BDB Rp 100 miliar. Tapi peruntukannya benar atau tidak, kan nanti dilihat. Tapi BDB ada, terima pas jabat Bupati Serdang Bedagai. Menjabat Wagub belum, tapi Bupati sudah. Jabat Bupati kan dua periode dia,” ujar Razman, di gedung KPK, Jakarta, Selasa (11/8).
Razman pun mengklaim, jika kliennya tahu betul bagaimana sepak terjang Ketua DPW Partai Nasdem itu selama menjadi Bupati. Hal itu pun bukan tanpa alasan, pasalnya Gatot juga telah menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumut sejak 2008 sampai 2011, sebelum akhirnya menjadi Pelaksana tugas (Plt) Gubernur 2011.
“Sekarang gini deh, satu Plt satu Bupati, jadi satu paket. Pasti sudah sama-sama tahulah. Logika aja, nanti dipersidangan dibuka. Pak Gatot akan buka,” tegas Razman.
Sebelumnya, Tengku yang sudah diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana Bansos oleh Kejaksaan Agung mengaku, jika dirinya tidak mengetahui soal anggaran tersebut.
“Bahkan Bansos 2013 itu penganggarannya disahkan pada APBD 2013. Tentu kami tidak memahami dan mengetahui,” ujar Erry, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (5/8).
Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi dana Bansos milik ini awalnya ditangani pihak Kejaksaan Tinggi Sumut. Namun demikian, dalam perkembangannya kasus tersebut justru diambil alih oleh Kejagung.
Kejagung mengambilalih kasus Bansos itu bukan hanya karena lambannya kinerja Kejati Sumut, namun juga karena terindikasi adanya pelanggaran hukum.
Kasubdit Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Sarjono Turin menuturkan, kasus yang diduga melibatkan sejumlah petinggi di Pemerintah Provinsi Sumut itu terjadi pada dua tahun anggaran, jumlahnya mencapai sekitar Rp 2 trilyun.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby