Jakarta, Aktual.co — Tim kuasa hukum komisaris utama (Komut) PT Bukit Jonggol Asri, Cahyadi Kumala mempertanyakan sangkaan pasal 21 undang-undang tindak pidana korupsi (Tipikor) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Cahyadi menganggap sangkaan pasal 21, bertujuan untuk menimbulkan citra untuk menghukum terdakwa lebih berat.
“Pasal 21 tidak lazim. Penambahan pasal sangkaan dari perkara lanjutan seharusnya didahului adanya berita acara pendapat. Namun, kami tidak temukan itu sebagai dasar sprindik baru,” ujar pengacara Cahyadi, Syamsul, Huda ketika membacakan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (25/2).
Dasar KPK mendudukkan Cahyadi dengan penerbitan Sprindik nomor; Sprin.Dik-46/01/09/2014 tanggal 26 September berdasarkan LPTK Nomor LPTK-02/KPK/05/2014 tanggal 8 Mei 2014 atas pelaporan Direktur Penyelidikan Ary Widiatmoko.
Sprindik ini menyebutkan jika terdakwa menghalangi penyidikan kasus suap dengan terdakwa FX Yohan Yap. Ia pun terkena penambahan pasal 21 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Surat juga menyebut jika Cahyadi bersama-sama Yohan menyuap Rahmat Yasin dan HM Zairin.
Menurut dia, penyidik secara sepihak menambahkan objek penyidikan yaitu pasal 21 tanpa ada Berita Acara Pendapat terkait itu. “Satu-satunya yang ada LPTK tanggal 8 Mei 2014 tanpa Berita Acara Pendapat soal penambahan pasal 21 itu,” kata dia.
Tim kuasa hukum juga menyangkal soal salah satu isi dakwaan terkait sangkaan tersebut. Salah satunya terkait upaya mengumpulkan sejumlah orang dibeberapa tempat yang disebut Jaksa KPK untuk mengaburkan atau menghilangkan fakta.
“Berdisukusi semata-mata untuk mengklarifikasi paska ditangkapnya Yohan Yap. Kwee Cahyadi Kumala tidak mengetahui aliran uang. Pertemuan tidak sama sekali untuk berupaya menghalangi,” tandas Syamsul.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby














