Kata dia, Upik Rosalina Wasrin selaku Asdep II Kedeputian Industri Primer (IP) diminta oleh atasannya untuk mencari dan menyiapkan data-data berkaitan dengan cetak sawah. Upik mengangkat bahan-bahan yang berasal dari laporan ketiga BUMN Pangan tersebut dan mengajukan kepada atasannya, termasuk di dalamnya adalah perkiraan harga satuan biaya cetak sawah.

“Upik menyajikan kepada atasannya data-data tentang cetak sawah yang berasal dari hasil Laporan tiga BUMN Pangan, beliau posisinya hanya seorang bawahan dari Deputi IP sampai tanggal 6 Maret 2012 sebelum dimutasi menjadi Asdep PKBL di Kedeputian RPS,” kata Alfons.

“Pada saat itu rencana proyek cetak sawah Kementerian BUMN yang masuk dalam Program GP3K Ekstensifikasi masih dini, lokasi dan sumber pembiayaan sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah PROYEK pun masih belum clear. Tidak mungkin pada saat itu Upik dapat menentukan kebijakan sendiri,” kata Alfons menambahkan.

Tugas seorang Asdep, lanjut dia adalah menyediakan data, memberikan masukan namun tidak memutuskan. Produk yang bisa dikeluarkan oleh Asdep adalah sebatas nota dinas yang berisi informasi, usulan dan saran kepada atasan, bukan serta merta sebuah Surat Keputusan.

Usulan harga satuan biaya cetak sawah pun, katanya masih berupa asumsi, yang belum bisa dijadikan pegangan untuk realisasi. Menurut dia, masih banyak faktor yang mempengaruhi untuk dapat menjadi sebuah kajian terinci. “Sebagaimana kesaksian Megananda dalam persidangan minggu yang lalu, semuanya masih asumsi awal yang masih memerlukan kajian mendalam untuk sampai tahap realisasi cetak sawah,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara