Penanganan kasus ini oleh Subdit Cyber Reskrimsus Polda Metro Jaya sudah berjalan sekitar lima bulan. Penanganan kasus ini berkaitan dengan penyebaran berita bohong dalam Majalah Indonesia Tatler edisi Maret 2017, baik versi cetak maupun versi online, sebagaimana diadukan oleh Ello Hardiyanto (63), warga Jalan Guntur Jakarta Selatan.
Kasus itu diadukan melalui laporan Polisi Nomor: TBL/5030/X/2017/PMJ Dit.Reskrimsus pertengahan Oktober 2017. Sampai awal Maret 2018 ini polisi belum menetapkan siapa tersangkanya. Padahal pertengahan Februari 2018 pihak penyidik Polda Metro memeriksa Millie Stephanie, pemimpin Majalah Indonesia Tatler yang merangkap sebagasi pemilik saham PT Mobiliari Stephindo, perusahaan yang menerbitkan majalah itu. Namun pemeriksaannya hanya berlangsung sangat singkat.
“Mudah-mudahan tidak ada intervensi dari pihak tertentu,” tutur Kuhon.
Tak hanya mengadukan ke polisi, Ello sudah mengadukan kasus itu ke Dewan Pers. Dalam persidangan Dewan Pers, Ello yang didampingi kuasa hukumnya yaknk Albert Kuhon mengungkapkan, Redaktur Pelaksana Majalah Indonesia Tatler, Maina A. Harjani awal Mei 2017 mengakui kesalahan redaksi dan menjanjikan koreksi (ralat) atas kesalahan pemberitaannya.
Ello pun sejak Mei 2017 meminta Majalah Indonesia Tatler memuat hak jawab dan hak koreksi secara proporsional sesuai ketentuan dalam Undang-undang Pers No 40/1999. Sampai awal Maret 2018, hak jawab dan ralat yang diminta Ello sesuai peraturan perundangan, tidak pernah dipenuhi oleh Majalah Indonesia Tatler.
“Majalah itu hanya menyelipkan sebaris pemberitahuan, tanpa diiringi permintaan maaf kepada pembaca maupun kepada Ello Hardiyanto,” Kuhon menegaskan.
Dewan Pers dalam Penilaian Pernyataan dan Rekomendasi (PPR) No 26/PPR-DP/X/2017 tertanggal 9 Oktober 2017, menegaskan Majalah Indonesia Tatler terbukti tidak menjalankan fungsi pers sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 6 UU No 40/1999 tentang Pers. Selain itu, selama pemeriksaan Dewan Pers menemukan bukti bahwa PT Mobiliari Stephindo yang menerbitkan Indonesia Tatler (dan sejumlah majalah lain) ternyata tidak memiliki izin sebagai perusahaan pers atau penerbitan media massa.
Berdasarkan PPR Dewan Pers, Redaksi Majalah Indonesia Tatler melanggar Kode Etik Jurnalistik dan pasal 5 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, karena tidak segera melayani hak jawab yang diminta Ello Hardiyanto. Dewan Pers secara tegas menyatakan kasus Majalah Indonesia Tatler tersebut dapat diproses melalui jalur hukum.
Travel dan Perdagangan
Selain menerbitkan Majalah Indonesia Tatler, PT Mobiliari Stephindo juga menerbitkan sejumlah majalah mewah lain. Di antaranya majalah bergengsi Forbes Indonesia. “Padahal Dewan Pers menemukan bahwa bidang usaha PT Mobiliari Stephindo antara lain travel dan perdagangan. Sama sekali bukan izin penerbitan media massa,” tutur Kuhon pula.
Sejak Oktober 2017 kasus itu dilaporkan, Polda Metro Jaya telah memeriksa sejumlah saksi. Dari pihak Redaksi Majalah Tatler dan PT Mobiliari Stephindo, sudah dimintai keterangan di antaranya Maina Harjani (Redaktur Pelaksana) Paulina Nani (pimpinan produksi), Oktaviana Subarjo (sekretaris redaksi). Millie Stephanie, pemilik saham dan pimpinan PT Mobiliari Stephindo dan pimpinan tertinggi di redaksi Majalah Indonesia Tatler, diperiksa secara singkat pertengahan Februari lalu di Subdit Cyber Reskrimsus Polda Metro Jaya.
Sampai berita ini diturunkan, para petinggi Majalah Indonesia Tatler dan PT Mobiliari Stephindo tidak bisa dimintai keterangan atau konfirmasinya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Andy Abdul Hamid