Jakarta, Aktual.co — Setelah masa tahanan 20 hari selesai, pengacara Suryadharma Ali, Andreas Nahot Silitonga, berharap kliennya bisa segera dibebaskan. Karena menurutnya, penahanan SDA tidak dilakukan secara objektif.
Dia pun menjabarkan faktor-faktor yang menjadi landasan penahanan seorang tersangka. Menurutnya, ada tiga faktor mengapa seorang tersangka ditahan, salah satunya yang bersangkutan dikhawatirkan melarikan diri.
“Karena secara obyektif nggak ada alasan penahanan. Kan alasan penahanan ada tiga, dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi perbuatan. Bagaimana mengulangi perbuatan, kan sudah bukan Menteri, dan menghilangkan barang bukti,” papar Andreas, di pelataran gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/4).
“Itu yang jadi syarat-syarat penahanan yang obyektif itu udah pasti tidak ada. Jadi penahanannya sangat subyektif,” tegasnya.
Lebih jauh disampaikan Andreas, untuk itu pihaknya berharap jika kliennya bisa segera menghirup udara bebas. “Kami berharap penyidikan segera berakhir dan penderitaan pak surya juga segera berakhir dan dia bisa lagi menjalani kehidupannya,” harapnya.
Kendati demikian, untuk bisa merealisasikan harapannya, SDA sendiri belum mengajukan penangguhan penahanan. Andreas mengatakan kliennya tengah fokus menjalani pemeriksaan.
“Belum ajukan penangguhan penahanan. Kita masih fokus menjalani ini,” pungkasnya.
Seperti diwartakan sebelumnya, mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjalani pemeriksaan perdananya pada Rabu (15/4). Pasca penahanan, pemeriksaan hari ini adalah yang pertama.
KPK sendiri telah resmi menetapkan SDA sebagai tersangka kasus dugaan korupsi haji ini pada 22 Mei 2014 lalu. Dalam perkembangannya, dia juga dijerat sebagai tersangka pada penyelenggaraan ibadah haji tahun di Kementerian Agama tahun anggaran 2010-2011 pada 24 Desember 2014.
SDA diduga menyalahgunakan dana penyelenggaraan haji yang mencapai angka Rp1 triliun. Setelah menjalani pemeriksaan, pada Jumat 10 April 2015 kemarin, SDA resmi ditahan di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya, Guntur, Jakarta.
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu diduga melakukan korupsi dalam biaya perjalanan ibadah haji (BPIH), pengadaan pemondokan, transportasi, katering, serta pemberangkatan haji pejabat dan sejumlah tokoh dengan menggunakan dana masyarakat.
Atas perbuatannya mantan Menteri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini, dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan juncto Pasal 65 KUHPidana.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby

















