Jakarta, Aktual.co — Kuasa hukum Tunggul Parningotan Sihombing, Antoni Silo menilai, kliennya telah dijadikan korban atas kasus korupsi pengadaan vaksin flu burung untuk manusia di Kementerian Kesehatan tahun anggaran 2008-2010.

Pasalnya menurut Antoni, dari segi perencanaan hingga pelaksanaan, proyek tersebut memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Dan kliennya, termasuk Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL), tidak memahami bagaimana pengerjakan proyek vaksin itu.

“Mau Dirjen manapun yang laksanakan proyek (vaksin flu burung) ini tidak akan bisa. Depkes sekalipun nggak ngerti,” sesal Antoni, ketika berbincang dengan Aktual.co, Kamis (14/5).

Lebih jauh disampaikan Antoni, terlebih saat kasus ini naik ke tahap persidangan dia berpendapat, baik Majelis Hakim, Jaksa Penuntut Umun (JPU), tidak mengerti mengenai proyek ini.

Alhasil, dakwaan yang disangka kepada Tunggul, serta putusan Majelis Hakim, tidak membuktikan secara jelas korupsi yang dilakukan Tunggul.

“Majelis Hakim dan Jaksa pun tidak paham. Hasilnya, dalam penyususan dakwaan dan putusan untuk pak Tunggul jadi bias,” tandasnya.

Seperti diketahui, Tunggul Parningotan Sihombing merupakan salah satu tersangka korupsi proyek pengadaan fasilitas, riset terpadu dan alih teknologi pembuatan vaksin flu burung untuk manusia di Kemenkes tahun anggaran 2008-2010.

Dia telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) hukumana pidana selama 10 tahun penjara dan dendan Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan.

Hakim menyatakan bahwa Tunggul telah terbukti secara sah dan meyakinan melakukan korupsi karena menyalahgunakan wewenang sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek vaksin flu burung.

Menurut putusan Hakim penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Tunggul adalah melakukan penggelembungan dana serta mengizinkan peserta lelang ikut dalam menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HP) proyek vaksin.

Padahal, menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang didapat Aktual.co, panitia pengadaan sampai PPK, tidak memiliki pengetahuan dan kompetensin bagaimana melaksanakan tender proyek vaksin itu.

Dalam LHP BPK juga disebutkan, Dirjen P2PL yang saat itu menjabat, Nyoman Kandun, juga mempertanyakan bagaimana lembaganya bisa ditunjuk sebagai satuan kerja (satker) pelaksana proyek pabrik vaksin. Karena, Nyoman pun sadar, baik dirinya ataupun anak buahnya tidak memiliki kompetensi melaksanakan proyek pabrik vaksin.

BPK pun menjabarkan, bahwa yang mengusulkan proyek tersebut masuk menjadi salah satu kegiatan Kemenkes adalah PT Bio Farma. Bio Farma menjadi satu-satunya pihak yang mengerti pengerjaan proyek, karena pada dasarnya perusahaan milik negara itu memang bergerak dalam pembuatan vaksin.

Artikel ini ditulis oleh: