Mataram, Aktual.com — Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, M Firmansyah, mendorong pemerintah untuk menjadikan 2016 sebagai tahunnya usaha mikro, kecil dan menengah karena sudah diberlakukannya perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

“Mengingat tahun 2016 adalah eranya perdagangan MEA, kita tentu berharap, baik secara nasional maupun lokal ada keberpihakan pemerintah dalam mengembangkan usaha mikro, kecil menengah (UMKM),” kata M Firmansyah, di Mataram, Jumat (13/11).

Tim Penasehat Investasi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini lebih lanjut memaparkan data Bank Indonesia (BI) terkait sebaran alokasi kredit provinsi-provinsi di Indonesia untuk UMKM.

Total penyaluran kredit di NTB tercatat Rp28,23 triliun dari total kredit secara nasional Rp3.914,7 triliun. Dari jumlah porsi penyaluran kredit NTB itu, sebesar Rp6,7 triliun atau 23,7 persen teralokasi untuk sektor UMKM.

“Dari data itu saya anggap porsi pembiayaan untuk UMKM masih sangat kecil. Saya tidak tahu, apakah UMKM memang terbatas mengajukan kredit atau permintaan kredit tinggi, namun kepercayaan perbankan terhadap UMKM masih belum maksimal,” katanya.

Menurut dia, pemerintah harus betul-betul memberikan keberpihakan kepada pelaku UMKM karena pada umumnya bahan baku UMKM bersumber dari lokal, menyerap tenaga kerja lokal.

Selain UMKM maju dan untung, lanjut Firmansyah, hasil keuntungan juga dikonsumsi di tempat lokal.

“Saya tidak tahu seberapa porsi untuk UMKM dalam APBN 2016 dan berapa persen juga UMKM menjadi bagian dari APBD NTB ke depan,” ujarnya.

Namun, kata dosen Fakultas Ekonomi Universitas Mataram ini, sejauh ini belum terlihat “master plan” yang cukup jelas terkait mau dikembangkan seperti apa UMKM ke depan.

Menurut Firmansyah, membangun UMKM tidak boleh hanya berhenti pada pemberian modal, pelatihan usaha tapi harus juga dikreasikan juga pasarnya.

Upaya menyiapkan pasar UMKM, tiada lain adalah melokalisir di pusat-pusat kerumunan dan tujuan kunjungan.

Pemerintah juga harus segera memblokir area-area itu untuk memasarkan produk UMKM.

“Saya merasa sedih, ketika berkunjung di suatu lokasi wisata budaya ternama di Lombok, di sebelahnya terbangun pasar modern. Ritel modern itu telah mengambil peluang yang seharusnya dapat dilakukan oleh masyarakat lokal,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan